Menurut Felix, pada April 1919 pembangunan bendung Pamarayan dianggap selesai dengan biaya pembangunan sekitar 1.260.000 gulden. Namun, proyek belum selesai sepenuhnya karena pembangunan saluran induk dan saluran irigasi yang memasok air ke sawah-sawah masih berlanjut.
Dalam Koloniale Studien, sebuah jurnal asosiasi untuk studi masalah sosial kolonial yang terbit pada 1918, Broersma memberikan testimoni untuk bangunan bendung di Sungai Ciujung itu sebagai "sebuah keuntungan bagi Bantam, simbol sejati dari kebaikan pemerintah Belanda terhadap anak-anak negeri, sebuah monumen bagi konsepsi yang saat ini merawat kepentingan nasional."
Tahap Ketiga (1928-1931)
Rencananya, tahap ketiga ini mencakup pekerjaan saluran utama, jaringan pipa air, dan struktur terkaitnya. Pekerjaan berikutnya adalah mengeringkan dan mengubah daerah rawa menjadi sawah yang subur.
Pada 1929, sekitar 25.000 bau—sekitar 18.500 hektare lahan garapan—telah selesai dibangun di tepi kiri Ciujung. Saluran utama sepanjang 50 kilometer yang menjangkau wilayah Cilegon juga sedang dibangun.
Namun, sebagian pekerjaan pada konstruksi periode ini ditangguhkan sementara karena dampak Depresi Besar, dan baru dimulai lagi hingga fase keempat.
Tahap Keempat (1935-1939)
Karena tertundanya tahap ketiga, pembangunan saluran irigasi Ciujung baru berlanjut pada 1935. Proyek ini menyediakan kesempatan kerja bagi penduduk setempat, namun masih mengandalkan pekerja yang lebih memadai dari Batavia dan Cirebon. De Lokomotief, surat kabar yang menyuarakan kaum pendukung politik balas budi, mengabarkan dalam edisi 16 Juni 1936 bahwa bendungan dibuka sementara pada 1936.
Pembangunan bendung ini telah selesai sepenuhnya pada 1939. Bangunan ini telah berhasil memasok air melalui saluran utama sepanjang 48 kilometer. Alirannya bercabang melaui pipa-pipa untuk mengairi sawah dan 2.820 bau—lebih dari 2.000 hektare—di Ciwaken dan Cibanten.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR