Pengaruh kebudayaan Arab dan lingkungan Nabi Muhammad
Meski demikian, tradisi salat bukan berarti diimpor dari kebudayaan non-Arab. "Tradisi keagamaan asli Jazirah Arab tentu saja mempengaruhi Muhammad dan para pengikutnya. Muhammad adalah anggota Quraisy, yang merupakan penjaga tempat suci Kakbah," terang Hienz.
Sebelum Islam muncul, penduduk Arab di Makkah menyembah dewa-dewi seperti Uzza, Hubal, Latta, dan Manat. Periode ini disebut sebagai jahilyah. Masyarakat Arab pra-Islam juga sebenarnya menyembah Allah, sebutan Tuhan yang sama dengan muslim. Allah dianggap sebagai dewa tertinggi yang anak-anaknya adalah Latta, Manat, dan Uzza.
Untuk mengetahui kegiatan keagamaan, hanya ada sedikit catatan sejarah tentang masyarakat pra-Islam. Hienz berpendapat, kemungkinan ada pengaruh sinkretis terhadap salat dari kebiasaan orang Arab pra-Islam.
Petunjuk lain berasal dari ragam grafiti pra-Islam di situs utara Hijaz. Grafiti ini ditinggalkan oleh kalangan Arab Baduy yang menyebutkan "tempat sujud" (masjid).
Hienz menulis, "sujud disebutkan sama sekali dalam grafiti yang mendahulukan praktik tersebut, namun hal tersebut tidak sepenuhnya membuktikan bahwa sujud dipraktikkan dalam kaitannya dengan sistem kepercayaan tradisional."
Akan tetapi, praktik ini berbeda penerapannya dalam agama Islam. Umat muslim akan sujud dengan menghadap kiblat, Kakbah di Makkah. Sementara masyarakat Arab pra-Islam tidak, karena meski Kakbah juga disucikan, tidak semua berhala dewa yang disembah ada di dalamnya.
Ada banyak yang mendorong kemunculan gerakan salat. Inspirasi mungkin memengaruhi sejarah salat sebagai pertalian antarperadaban yang terjadi di Arab semasa Nabi Muhammad. Ada banyak ritual yang telah tiada, namun bisa digali kembali sejarahnya berkat asal-usul salat.
Di satu sisi, inspirasi unsur gerakan, tata cara, dan cara pandang yang dipadukan ini membuat salat sebagai ritual sembahyang baru.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR