Nationalgeographic.co.id—Bagi orang di Kekaisaran Romawi yang hidup di abad pertama sebelum masehi, kekaisaran mereka adalah yang terbesar di dunia. Legiun Romawi bergerak dari Timur Tengah ke Inggris, menghancurkan setiap musuh yang mereka temui.
Di saat yang sama, ada Kekaisaran Tiongkok yang tidak kalah perkasanya. Di bawah Dinasti Han, Kekaisaran Tiongkok berada di tengah zaman keemasan.
Di masa itu, kendali Kaisar Tiongkok menjangkau dari Korea hingga Asia Tengah. Namun di wilayah lain di Eurasia, kerajaan-kerajaan besar ini tampaknya tidak banyak melakukan kontak langsung satu sama lain.
Banyak orang bertanya-tanya apa yang mungkin terjadi jika tentara Tiongkok dan Romawi bertemu dalam pertempuran.
Beruntung bagi kedua belah pihak, mereka tidak pernah bertarung satu sama lain. Kecuali tentu saja Anda percaya pada legenda legiun Romawi yang hilang.
Kisah ini berawal dari sekelompok legiun yang ditangkap dalam pertempuran dikirim ke timur oleh para penculiknya.
Akhirnya, mereka mendapati dirinya berada ribuan kilometer dari kampung halaman, menjaga perbatasan melawan bangsa Hun. Legiun yang hilang ini bahkan berperang melawan musuh Kekaisaran Tiongkok.
Bagaimana tentara Romawi itu bisa berakhir di Tiongkok? Kisah ini sebenarnya dimulai di Roma, diawali oleh seorang pria bernama Marcus Licinius Crassus.
Kisah Crassus dan awal mula legenda legiun yang hilang
Crassus adalah orang terkaya di Roma. Bahkan, dia mungkin salah satu orang terkaya dalam sejarah dunia. Crassus memperoleh sebagian besar kekayaannya melalui usaha bisnis konvensional.
Dia terkenal melatih 500 budak menjadi pemadam kebakaran terorganisir. Petugas pemadam kebakaran ini akan berkeliling kota menunggu salah satu dari ribuan bangunan kayu reyot di Roma terbakar.
Crassus kemudian akan muncul dan menawarkan untuk membeli bangunan itu dengan harga murah. Jika tidak bersedia, pemiliknya dapat menyaksikan rumah mereka terbakar habis. Hanya ketika pemiliknya setuju untuk menjual barulah budak Crassus memadamkan api.
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR