Orang Hun digambarkan sebagai orang biadab yang makan daging mentah dan tidak mempunyai kepentingan selain menjarah. Bangsa Romawi memandang Suku Hun sebagai makhluk setengah binatang jahat. Bagi bangsa Romawi, tujuan utama Suku Hun adalah mendatangkan malapetaka pada peradaban.
Karakterisasi Suku Hun ini semakin diabadikan oleh kekeliruan menghubungkan suku Hun dengan Suku Xiongnu di Kekaisaran Tiongkok. Xiongnu adalah suku barbar terkenal yang memaksa Dinasti Han membangun Tembok Besar.
Seperti suku Hun, Suku Xiongnu adalah penunggang kuda nomaden yang menyukai busur dan anak panah. Namun, hanya ada sedikit bukti yang menghubungkan kedua bangsa tersebut.
Dokumentasi tentang reputasi mengerikan Suku Hun dalam sejarah dunia
Sebagian besar sejarawan percaya bahwa Suku Hun adalah penggembala yang datang dari Kazakhstan dan stepa timur. Mereka terpaksa pindah ke barat karena padang rumput semakin gersang. Suku tersebut biasanya melakukan perjalanan dalam satuan keluarga atau klan.
Ada sedikit persatuan di antara masyarakat Hun dan setiap klan mempunyai agendanya sendiri. Misalnya, ada yang berperang dengan Romawi, ada pula yang berperang melawan mereka.
Oleh karena itu, sering kali sulit untuk menentukan apa tujuan keseluruhan Suku Hun pada saat itu. Namun Jordanes mencatat bahwa tujuan Suku Hun adalah perampokan dan pemerkosaan.
Dokumentasi Jordanes hanya meningkatkan reputasi buruk Suku Hun dalam sejarah dunia. Tidak ada cara untuk menghadapi Suku Hun, tidak ada cara untuk mengalahkan mereka.
Klan Hun akan turun ke desa tanpa peringatan dan menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi jalan mereka. Mereka menggunakan kejutan untuk keuntungan mereka dan menyerang tanpa hambatan.
Suku lain, seperti Goth dan Vandal, datang berbondong-bondong ke Roma untuk mendapatkan keamanan. Di saat yang sama, tentara Romawi tidak lebih baik dalam menangkis serangan mematikan Hun. Akhirnya, Romawi terpaksa membayar upeti untuk menghentikan serangan gencar.
Menurut teks-teks kuno, Suku Hun sangat menakutkan untuk dilihat karena setiap wajah anak laki-laki disayat saat masih bayi. Hal itu dilakukan untuk menjadikannya pejuang yang menakutkan, sekaligus untuk mengajarinya menahan rasa sakit.
Jordanes menulis, “Karena sifat mereka yang menakutkan, mereka menimbulkan ketakutan yang besar pada orang-orang yang mungkin tidak mereka kalahkan dalam perang. Mereka membuat musuh-musuhnya lari ketakutan karena wajah mereka yang berkulit gelap sangat menakutkan.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR