Tiralosi dirawat di ruang gawat darurat. Sel-sel otaknya diawetkan. Pembuluh darahnya tersumbat. Pengobatan itu berhasil dilakukan dan dia disadarkan lewat CPR. Dia tidak mengalami kerusakan otak sekali.
Ketika siuman, Tiralosi mengatakan kepada perawat bahwa dirinya memiliki pengalaman mendalam. Dia merasa damai dan melihat makhluk sempurna yang penuh cinta dan kasih sayang, bak malaikat.
"Orang cenderung menafsirkan apa yang mereka lihat berdasarkan latar belakang mereka: Seorang Hindu menggambarkan dewa Hindu, seorang ateis tidak melihat dewa Hindu atau dewa Kristen, tetapi suatu makhluk," urai Parnia.
"Budaya yang berbeda melihat hal yang sama, namun penafsirannya bergantung pada apa yang mereka yakini," lanjutnya.
"Setidaknya, hal ini memberi tahu kita bahwa ada pengalaman unik yang dialami manusia saat mengalami kematian. Itu bersifat universal. Ini dijelaskan oleh anak-anak berusia tiga tahun. Dan hal ini memberi tahu kita bahwa kita tidak perlu takut akan kematian," terang Parnia.
Source | : | Wired,Healthline,Medical News Today,Proceedings of The National Academy of Sciences |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR