Kebutuhan industrialisasi yang cepat dan medan Sumatra yang dipenuhi pegunungan membuat Pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api lokal. Kereta api ini tidak hanya membawa hasil emas dan perak, namun juga hasil tambang lainnya. Sumatra begitu kaya akan timah, batu bara, bauksit, dan minyak, untuk memenuhi kebutuhan industri Belanda.
Tambang Emas di Sumatra Hari Ini
Setelah Indonesia merdeka, ada banyak pertambangan emas industri di seantero Sumatra. Sebagian dari tambang-tambang sisa dinasionalisasi, atau ditutup karena kehabisan sumber daya.
Melansir halaman PT Agincourt Resources, di Sumatra Utara sendiri memiliki tambang emas dengan luas wilayah sekitar 130 ribu hektare, berdasarkan laporan Januari 2022. Diketahui, Pulau Sumatra menyimpang 168 juta ton cadangan emas.
Akan tetapi, pertambangan emas memiliki dampak buruk, dari segi lingkungan, konservasi dan sosial. Misalnya, di Batang Toru, Sumatra Utara, tambang emas industri berdekatan dengan kawasan lindung orangutan tapanuli. Eksplorasi tambang emas itu bahkan merambah ke wilayah konservasi.
Makruf Maryadi Siregar, Konsultan Manajemen pada Proyek Sustainable Management Peat-land Ecosystems Indonesia (SMPEI) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan bahwa pertambangan emas membuat berbagai air sungai keruh kecokelatan.
"Pulau ini potensi emasnya banyak dan dikenal sejak lama. Banyak masyarakat yang bergantung pada limpahan emas karena potensinya begitu melimpah," kata Makruf sewaktu dijumpai pada 2022.
Makruf menulis cerita pertambangan emas warga di Sumatra dalam buku Emas Rantau Kuantan: Peti dan Upeti. Dia menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang membangun pertambangan emas tanpa izin (PETI).
Pertambangan emas tanpa izin ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat sendiri. "Setiap unit PETI itu, paling sedikit menggunakan sebanyak 2,5 ons merkuri setiap hari," tulis Makruf. Dia memperkirakan total merkuri yang bisa dihasilkan dari berbagai tambang emas ilegal di Kabupaten Kuantan Singingi sebesar 15 kilogram setiap harinya.
"Jika mereka beroperasi sekitar 300 hari setahun, maka diperkirakan sebanyak 4,5 ton merkuri dibuang ke lingkungan air dan udara," lanjutnya.
Merkuri atau air raksa muncul dalam pertambangan emas warga untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain. Merkuri digunakan bersama campuran larutan pasir atau debu hasil tambang, supaya emas bisa tampak.
Sungai yang tercemar merkuri bisa menyebabkan kebutaan dan kerusakan kulit. Tidak jarang beberapa penambang terpapar.
Makruf menjelaskan, menghentikan aktivitas pertambangan emas tanpa izin bukanlah hal yang mudah. Ada ribuan tambang emas ilegal yang berdiri sejak lama. Dia menyarankan, cara untuk menghentikan adalah membuka jalan mata pencaharian alternatif, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR