Di sisi lain, masih ada sekitar 100 sandera Israel yang ditawan Hamas di Gaza. Perlawanan Hamas di Gaza juga menyebabkan ratusan tentara Israel tewas.
Namun, dampak dari perang ini bisa menjadi petaka bagi peradaban Bumi dengan perubahan iklim. Setidaknya, ada 100.000 bangunan di Gaza yang rusak parah akibat perang, dalam laporan BBC.
Selain itu, antara 36 persen dan 45 persen bangunan di Gaza seperti rumah, masjid, rumah sakit, dan pertokoan rusak parah di Gaza. Kerusakan seperti itu menyebabkan pendorongan utama pemanasan global.
Belum lagi, bangunan-bangunan tersebut harus dibangun kembali demi menopang kehidupan. Dalam studi ini, para peneliti memperkirakan pembangunan sebanyak itu dengan teknik konstruksi kontemporer akan menghasilkan sekitar 30 juta metrik ton gas pemanasan. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan yang selama ini dihasilkan oleh 135 negara di dunia.
Gaza dan masyarakat Palestina akan sangat terdampak dari konsekuensi iklim yang disebabkan perang. Kenaikan permukan air laut, kekeringan, dan panas ekstrem telah mengancam pasokan ketahanan di Palestina.
“Serangan udara yang dahsyat di Gaza tidak akan hilang ketika gencatan senjata tercapai,” terangnya Zena Agha, analis kebijakandi yayasan hukum Palestina Al Shabka, dalam sebuah tulisan terkait krisis iklim dari pendudukan Israel.
“Sampah militer akan terus hidup di tanah, bumi, laut, dan tubuh warga Palestina yang tinggal di Gaza – sama seperti yang terjadi di wilayah pascaperang lainnya seperti Irak," lanjutnya.
Hal ini cukup dramatis, mengingat Israel juga mempromosikan industri teknologi iklim untuk penangkapan dan penyimpanan karbon, ketersdian air, dan alternatif daging nabati. Israel juga diketahui berkontribusi dalam solusi krisis iklim.
Akan tetapi, perang yang dilakukan Israel dengan serangan ke Gaza, kawasan secuil di dekat perbatasan Mesir, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang besar.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR