Nationalgeographic.co.id—“Karakteristik dan jenis sampah di wilayah Asia Tenggara sangat berbeda dengan negara-negara maju di Asia, Eropa, dan Amerika," kata Direktur Utama Loesche Indonesia, Himmawan Dirgantoro Arianto.
Himmawan mengatakan bahwa Loesche Indonesia sangat mengapresiasi metoda yang telah dikembangkan oleh comestoarra mampu mengolah sampah menjadi bahan bakar terbarukan padat dan memanfaatkannya untuk kepentingan co-firing, dediselisasi dengan konsep hibrida, hingga kompor biomassa di Indonesia.
"Program tersebut juga menjadi menjadi tujuan bersama komunitas dunia dalam upaya mencapai dekarbonisasi melalui transisi energi”; ujarnya.
Menurutnya, comestoarra memiliki pengalaman dan data empirik yang dibutuhkan oleh Loesche Indonesia dalam melakukan pengembangan bisnis di sektor pengelolaan sampah organik, residu biomassa, dan sampah kota. Himmawan menekankan bahwa dekarbonisasi dan transisi energi wilayah Asia Tenggara harus berjalan beriringan.
Loesche Indonesia dan Comestoarra sepakat melakukan kolaborasi pengolahan sampah organik, residu biomassa, dan sampah kota menjadi bahan bakar terbarukan padat di wilayah Asia Tenggara.
Loesche Indonesia merupakan subsidiari dari Loesche GmbH; sebuah perusahaan Jerman yang telah berdiri lebih dari 100 tahun. Perusahaan ini berkomitmen meningkatkan kapasitas perusahaan rintisan comestoarra dengan menjadikannya sebagai bagian dari Loesche Indonesia.
Perusahaan ini ergerak di bidang teknologi penggilingan dan solusi teknis dalam penyediaan mesin penggilingan vertikal untuk industri semen, pembangkit listrik, industri pertambangan, dan industri mineral lainnya.
Disamping itu, Loesche Indonesia juga memiliki pengalaman dalam pengolahan limbah biomassa dan sampah kota dan pemanfaatannya untuk co-firing di berbagai industri dunia guna mengurangi jejak emisi karbon.
Himmawan menambahkan bahwa Loesche Indonesia akan menggunakan inovasi-inovasi dan pengalaman comestoarra, salah satunya replikasi distributed hybrid renewable energy charging station for electric vehicle (DHYRECS) yang mengombinasikan teknologi gasifikasi skala mini hasil pengembangan oleh comestoarra.
Founder dan Chief Executive Officer comestoarra, Arief Noerhidayat (Arief) mengungkapkan rasa syukur bahwa perjuangan dan inisiatif comestoarra dalam pengembangan Teknologi Olah Sampah di Sumbernya (TOSS).
Baca Juga: Apa Saja Hasil Daur Ulang Sampah Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024?
Perusahaan ini berkontribusi pada serangkaian uji coba co-firiing nasional, pembuatan kompor biomassa untuk substitusi minyak tanah dan kayu bakar di wilayah terpencil dan kepulauan, pembuatan prototype gasifier mini, hingga proyek percontohan pembangkit listrik hibrida berbasis energi baru dan terbarukan terdistribusi untuk kebutuhan pengisian daya baterai sepeda motor listrik dan perahu listrik, diapresiasi oleh perusahaan internasional.
“Menjadi bagian dari Loesche Indonesia merupakan suatu kebanggaan mengingat comestoarra berjuang dengan sejumlah keterbatasan, seperti dana, sumber daya manusia, dan pengalaman," ujar Arief.
Namun, lanjutnya, ikhtiar yang dilakukan selama ini membuahkan hasil, dimana comestoarra bukan hanya fokus pada tataran teknologi, tetapi lebih kepada filosofi dan konsep.
Arief juga mengungkapkan pencapaian ini berkat dukungan, arahan, serta bimbingan dari sejumlah pemangku kepentingan—Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, hingga pemerintah daerah dan tokoh masyarakat.
Dukungan inilah yang membuat comestoarra semakin bersemangat untuk terus menciptakan inovasi yang bisa diterapkan di setiap daerah dengan kondisi yang berbeda-beda.
Sejak 2019, comestoarra mulai bergelut di sektor pengolahan sampah organik, residu biomassa, dan sampah domestik menjadi bahan bakar terbarukan padat skala komunal. Sebagai perusahaan rintisan, comestoarra aktif melakukan kajian dan uji coba yang didukung oleh pemangku kepentingan pusat dan daerah.
Di bawah asuhan Dr. Ir. Supriadi Legino, comestoarra melakukan sejumlah inovasi, dimulai dari pengembangan bioaktivator untuk proses homogenisasi material sampah organik, residu biomassa, dan sampah domestic yang cenderung heterogen.
Supriadi memiliki latar pengalaman memimpin Sekolah Tinggi Teknik PLN selama 10 tahun, menjadi Direktur di PT PLN (Persero), dan berkarir di industri energi dan ketenagalistrikan selama lebih dari 30 tahun.
Sederet inovasi lainnya, yakni pengembangan mini gasifikasi yang mampu mengonversi bahan bakar terbarukan padat menjadi syntetic gas untuk substitusi bahan bakar fosil pada genset, hingga melakukan eksperimen penerapan konsep hibrida teknologi gasifikasi, panel surya, dan batrai terdesentralisasi untuk melakukan pengisian daya batrai sepeda motor listrik dan perahu listrik.
Pada 2020 – 2022, comestoarra berhasil menerapkan metoda TOSS. Mereka mengembangkan kompor biomassa untuk masyarakat, dan melakukan serangkaian uji coba hingga komersialisasi co-firing di kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Comestoarra juga memiliki Detailed Engineering Design TOSS/RDF Skala Komunal yang dipublikasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebagai perusahaan rintisan, comestoarra juga berhasil mendapatkan penghargaan dan menjadi narasumber di ajang nasional dan internasional.
Pada 2023, comestoarra berhasil membuat prototype perahu listrik dan konsep distributed hybrid renewable energy charging station. Prototype ini terpilih mewakili Indonesia pada ajang “Indonesia 10 best start-up of ODA Project On Capacity Building Program for Green Transition of Indonesia SMEs”.
Pencapaian ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian koperasi dan UKM, Republik Indonesia; Kementerian SMEs and start-up Korea Selatan; dan organisasi ASEIC.
“Secara pribadi dan mewakili comestoarra, saya mengucapkan terima kasih kepada Loesche karena telah menggandeng dan akan menyempurnakan inovasi comestoarra sesuai standar Eropa sehingga karya serta pemikiran comestoarra dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, Asia Tenggara, hingga Eropa," kata Supriadi, yang merupakan praktisi Sumber Daya Manusia dan konsultan senior bidang energi dan ketenagalistrikan PT Hexa Integra Electrica.
"Saya juga mengucapkan terimakasih kepada PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, Universitas Andalas, PT Bukit Asam, Tbk., PT Bukit Multi Investama, PT Adaro Power, Pemerintah Kabupaten Ende, dan PT PLN (Persero) serta subholdingnya yang telah mempercayai penerapan inovasi comestoarra untuk sejumlah program penelitian, pengabdian masyarakat, dan pembuatan percontohan dalam kaitannya dengan dekabronisasi melalui transisi energi”, imbuhnya.
Supriadi menekankan pentingnya aspek non teknis dalam penerapan suatu teknologi di suatu daerah. Hal ini dikarenakan, Indonesia pada khususnya dan negara-negara di Asia Tenggara pada umumnya memiliki kondisi geografis, sosial-budaya, aspek regulasi, dan prioritas yang berbeda-beda jika dikaitkan dengan target capaian dekarbonisasi dan transisi energi.
Supriadi meyakin bahwa konsep desentralisasi dengan merujuk pada commutative law of algebra dapat mendukung pemerintah di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dalam mewujudkan dekarbonisasi dan transisi energi secara simultan.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR