Serangan itu menyebabkan kerusakan serius pada kuil. Lebih dari 20 orang tewas dan bagian depan bangunan hancur menjadi puing-puing. Pekerjaan restorasi yang cepat dan efisien berarti hanya ada sedikit bukti visual yang tersisa mengenai serangan tersebut.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Mengapa Hindu Bali Bisa Berbeda dengan Hindu India?
Kuil ini tetap menjadi kuil Buddha terpenting di Sri Lanka. Juga tempat ziarah bagi umat Buddha yang ingin mengunjungi peninggalan gigi suci tersebut.
Benteng Galle (Galle Fort)
Di jantung kota modern Galle—kota terbesar keempat di Sri Lanka—terdapat kawasan benteng tua Belanda, Galle Fort. Pada masanya, kota ini berada di bawah kekuasaan Portugis, Belanda, dan Inggris. Galle menjadi pos perdagangan penting berkat pelabuhan alami dan posisinya di jalur perdagangan antara Arab, India, dan Asia Tenggara.
Peran ini dimiliki jauh sebelum orang Eropa tiba. Portugis tiba di Sri Lanka pada tahun 1505 dan pada tahun 1589 menetap di Galle dengan mendirikan sebuah benteng kecil. Benteng itu kemudian diperluas dengan penambahan bastion dan tembok.
Pada tahun 1638, Belanda yang datang pada awal abad ke-17 mulai menyerang Portugis di sepanjang pantai dan mengusirnya. Pada tahun 1640, setelah pengepungan selama 4 hari, Belanda merebut Benteng Galle.
Beberapa tahun kemudian, mereka memperluas benteng dan kota ini berkembang di bawah kekuasaan mereka selama lebih dari satu abad. Era baru dimulai pada tahun 1796 ketika Sri Lanka diserahkan kepada Inggris setelah kekalahan Belanda dalam Perang Napoleon.
Selama abad berikutnya, Galle terus berperan sebagai pelabuhan terpenting di negara itu. Kota ini secara bertahap mengalami penurunan pada awal abad ke-20 ketika Kolombo menjadi pusat komersial terpenting di Sri Lanka.
Saat ini, berjalan melewati gerbang masuk terasa seperti melangkah memasuki lorong waktu. Vila-vila zaman Belanda berjejer di jalan-jalan kuno di samping gereja-gereja kolonial dan bangunan bersejarah.
Galle adalah kota kolonial yang paling terpelihara di Sri Lanka. Kota ini mengalami kebangkitan berkat upaya restorasi yang dilakukan oleh pemilik properti yang telah merenovasi banyak bangunan aslinya.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR