Nationalgeographic.co.id—Sri Lanka adalah negara yang kaya akan sejarah. Sejak abad ke-4 SM, Sri Lanka berkembang pesat di bawah pemerintahan raja-raja besar. Negara ini juga menderita akibat berbagai invasi. Pertama, oleh negara tetangga India. Dan kemudian oleh orang-orang Eropa yang berusaha menjajah negara tersebut.
Pulau kecil di Samudra Hindia ini telah mengenal banyak penguasa dan banyak nama selama keberadaannya. Negara ini akhirnya memperoleh kemerdekaan pada tahun 1948. Terdapat beberapa situs bersejarah yang tersebar di seluruh pulau. Situs-situs tersebut menjadi saksi sejarah Sri Lanka.
Anuradhapura: Ibu kota pertama Sri Lanka
Kota kuno Anuradhapura didirikan pada tahun 377 SM dan merupakan jantung kerajaan besar Sinhala yang pertama. Dibangun oleh Raja Pandukabhaya, yang menamainya sesuai dengan nama paman buyutnya, Anuradha.
“Selama hampir 1.400 tahun, kota ini menonjol seiring dengan berkembangnya Sri Lanka,” tulis Lisa Barham di laman The Collector.
Ketika ajaran Buddha masuk dan mendapatkan pengikut di Sri Lanka, sekitar tahun 246 SM, Anuradhapura menjadi pusat pembelajaran dan ziarah Buddha. Keyakinan baru ini membantu mengembangkan budaya khas Sri Lanka ketika negara tersebut menemukan identitas nasional.
Arsitektur Anuradhapura mencerminkan keyakinan agama baru orang Sinhala. Stupa-stupa besar di kota ini merupakan salah satu monumen terbesar di Asia awal.
Selama lebih dari satu milenium, Anuradhapura adalah kota terkemuka di Sri Lanka. Puluhan raja dan ratu memerintah dari pusat kekuasaan ini. Periode tersebut jauh dari kata damai.
Di sana terjadi kudeta, pembunuhan, penggulingan raja, dan serangan rutin dari pasukan India Selatan. Setelah ratusan tahun kekacauan, Anuradhapura dijarah untuk terakhir kalinya pada tahun 993 M. Saat itu tentara India Selatan menyerang dan menghancurkan kota tersebut.
Peninggalan kota yang pernah menjadi kota besar ini memberikan gambaran sekilas tentang zaman keemasan budaya Sinhala. Monumen dan kuil di kota ini merupakan salah satu prestasi arsitektur terhebat pada masa itu. “Konon merupakan yang terbesar kedua setelah Piramida Agung Giza,” tambah Barham.
Baca Juga: Nasib Benteng Kuno Sigiriya setelah Ditinggal Mati Raja Kashyapa
Salah satu elemen yang bertahan selama berabad-abad adalah Pohon Suci Bo (Sri Maha Bodhi). Berusia lebih dari 2.000 tahun, pohon tersebut konon tumbuh dari potongan pohon tempat Sang Buddha mencapai pencerahan.
Polonnaruwa
Peninggalan kota kuno Polonnaruwa yang luas dan terpelihara dengan baik menerangi budaya dan pencapaian Sri Lanka abad pertengahan. Kota ini ada sejak abad ke-3 sebagai kota komersial penting.
Selain itu, Polonnaruwa menjadi tempat di mana suku Chola di India Selatan mendirikan basis setelah menghancurkan Anuradhapura pada 993 M. Setelah 75 tahun, pemerintahan Sinhala dilanjutkan kembali ketika Vijayabahu I menggulingkan Chola.
Sang raja menjadikan Polonnaruwa sebagai ibu kota baru. “Letaknya lebih jauh dari India dan lebih dapat dipertahankan dibandingkan Anuradhapura,” Barham menambahkan. Penerus Vijayabahu, Parakramabahu I menjadi saksi zaman keemasan Sinhala di Polonnaruwa selama abad ke-12. Ia mengubah Polonnaruwa menjadi salah satu kota besar di Asia Selatan.
Di bawah pemerintahan Parakramabahu banyak bangunan dan monumen terbesar Polonnaruwa dibangun. Insinyur dan arsitek didatangkan dari India dan meninggalkan jejaknya dalam bentuk tempat suci Hindu.
Istana kserajaan dan kuil Vihara Lankatilaka yang mengesankan didirikan di bawah kepemimpinan Parakramabahu. Begitu pula dengan Vatadage yang ikonis dan berdiri sebagai permata di mahkota arsitektur Sinhala abad pertengahan.
Sayangnya, biaya proyek pembangunan yang diprakarsai oleh Parakramabahu dan Nissankamalla tersebut menimbulkan dampak ekonomi yang merugikan kota tersebut.
Awal abad ke-13 merupakan masa kekacauan karena Polonnaruwa menderita akibat serangkaian penguasa yang lemah dan serangan penjajah Tamil. Pada pertengahan abad tersebut, setelah seratus tahun menjadi kota terkemuka di Sri Lanka, penduduk Polonnaruwa mulai berpindah ke selatan.
Kota ini akhirnya ditinggalkan pada tahun 1293 dan dibiarkan terbungkus oleh hutan. Keberadaannya hampir tidak diketahui keberadaannya selama 700 tahun.
Kuil Gua Dambulla
Kuil gua di Dambulla dibangun pada abad ke-1 SM pada masa pemerintahan Raja Valagamba. Pada tahun 103 SM, setelah hanya lima bulan bertakhta, raja digulingkan oleh penjajah Tamil dan terpaksa bersembunyi selama 14 tahun. Selama persembunyian, dia mencari perlindungan di gua-gua di Dambulla.
Baca Juga: Black Panther yang Langka Kembali Ditemukan di Sri Lanka
Setelah berhasil mendapatkan kembali takhtanya, Valagamba memerintahkan pembangunan kuil di gua-gua yang menjadi tempat berlindungnya. Apa yang dulunya merupakan sebuah ruang besar yang luas, dibagi oleh partisi buatan manusia untuk membuat lima gua terpisah.
Selama berabad-abad, penguasa berturut-turut telah menghiasi, merombak, dan memulihkan kuil-kuil tersebut. Sebagian besar dari hasil renovasi itu yang dapat dilihat saat ini berasal dari abad ke-17 dan ke-18. Candi-candi tersebut berisi patung-patung yang diukir dari batu padat. Lusinan Buddha berbaring, duduk, dan berdiri; dan dindingnya dihiasi mural warna-warni.
Sigiriya
Sigiriya adalah ibu kota abad pertengahan yang paling singkat namun paling luar biasa dalam sejarah Sri Lanka. Sigiriya pernah digunakan oleh para biksu sebagai tempat perlindungan keagamaan sejak abad ke-3 SM. Namun sekitar 700 tahun kemudian Sigiriya menjadi tempat yang sangat penting dalam sejarah Sri Lanka.
Pembangunan benteng ini berlangsung cepat dan terjadi dalam keadaan yang dramatis. Kassapa, putra bungsu Raja Dhatusena, mengasingkan pewaris takhta (Mogallana) ke India. Kassapa juga membunuh ayahnya dalam upaya untuk mengeklaim kerajaan untuk dirinya sendiri.
Khawatir akan pembalasan dari saudaranya, Mogallana, Kassapa membangun istana dan benteng baru di atas batu Sigiriya. Batu tersebut menjulang 200 meter di atas hutan sekitarnya, sekitar 50km tenggara Anuradhapura. Sebuah kota baru dibangun di sekitar dasar batu hanya dalam waktu 7 tahun.
Pada tahun 491 M, Mogallana kembali untuk merebut kembali takhta. Kassapa melakukan kesalahan fatal dengan meninggalkan bentengnya yang tidak bisa ditembus untuk menemui pasukan penyerang di dataran di bawah.
Di puncak pertempuran, gajahnya melarikan diri, membiarkan Kassapa tanpa perlindungan. Ia pun ditangkap dan dikalahkan ketika pasukannya mundur.
Alih-alih ditangkap, Kassapa memilih untuk bunuh diri. Raja baru segera memindahkan ibu kota kembali ke Anuradhapura, mengakhiri 18 tahun peran Sigiriya sebagai ibu kota Sri Lanka. Sigiriya sekali lagi menjadi tempat penting keagamaan selama lebih dari 600 tahun. Kota ini akhirnya ditinggalkan pada tahun 1155 dan terlupakan selama berabad-abad.
Baca Juga: Meski Kurang Gizi dan Bertubuh Kurus, Gajah Ini Tetap Dipaksa Parade
Saat ini, Sigiriya menjadi salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi di Sri Lanka. Di sinilah satu-satunya lukisan non-religius dari Sri Lanka kuno dapat ditemukan. Lukisan dinding terkenal, yang dikenal sebagai The Sigiriya Damsels, dilukis di permukaan batu pada abad ke-5. Hanya 21 gambar gadis yang bertahan dari 500 gambar asli.
Kuil gigi: situs ziarah paling penting di Sri Lanka
Daya tarik utama di kota perbukitan Kandy adalah Temple of the Tooth. Legenda mengatakan bahwa sebagian jenazah Buddha diselamatkan setelah kremasinya pada tahun 543 SM, termasuk sebuah gigi.
Setelah diselundupkan ke Sri Lanka pada abad ke-4 M, gigi tersebut terlebih dahulu dibawa ke Anuradhapura. Gigi sang Buddha kemudian dibawa ke Polonnaruwa, disusul kota-kota penting lainnya.
Gigi Buddha selalu ditempatkan oleh raja Sinhala di ibu kota. Dengan demikian, gigi Buddha memiliki kepentingan politik yang signifikan sebagai simbol kedaulatan di Sri Lanka. Juga sebagai peninggalan keagamaan.
Gigi sang Buddha kembali sebentar ke India pada tahun 1284 setelah diambil oleh tentara India Selatan yang menyerang. Lalu dibawa kembali ke Sri Lanka 4 tahun kemudian.
Gigi tersebut akhirnya tiba di Kandy pada tahun 1592 dan kuil asli yang menampungnya dibangun sekitar tahun 1600. Meskipun yang asli sudah tidak ada lagi, kuil saat ini dibangun pada pergantian abad ke-18 pada masa pemerintahan Vimala Dharma Suriya II.
Kuil ini dimodifikasi, diperbesar, dan dihiasi selama berabad-abad. Terutama pada masa pemerintahan Kirti Sri Rajasinha dan Sri Wickrama Rajasinha.
Modifikasi dilakukan baru-baru ini pada tahun 1987 dengan penambahan atap emas yang dihadiahkan oleh Presiden Premadasa. Satu dekade kemudian, organisasi militan Macan Tamil meledakkan bom di luar pintu masuk.
Serangan itu menyebabkan kerusakan serius pada kuil. Lebih dari 20 orang tewas dan bagian depan bangunan hancur menjadi puing-puing. Pekerjaan restorasi yang cepat dan efisien berarti hanya ada sedikit bukti visual yang tersisa mengenai serangan tersebut.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Mengapa Hindu Bali Bisa Berbeda dengan Hindu India?
Kuil ini tetap menjadi kuil Buddha terpenting di Sri Lanka. Juga tempat ziarah bagi umat Buddha yang ingin mengunjungi peninggalan gigi suci tersebut.
Benteng Galle (Galle Fort)
Di jantung kota modern Galle—kota terbesar keempat di Sri Lanka—terdapat kawasan benteng tua Belanda, Galle Fort. Pada masanya, kota ini berada di bawah kekuasaan Portugis, Belanda, dan Inggris. Galle menjadi pos perdagangan penting berkat pelabuhan alami dan posisinya di jalur perdagangan antara Arab, India, dan Asia Tenggara.
Peran ini dimiliki jauh sebelum orang Eropa tiba. Portugis tiba di Sri Lanka pada tahun 1505 dan pada tahun 1589 menetap di Galle dengan mendirikan sebuah benteng kecil. Benteng itu kemudian diperluas dengan penambahan bastion dan tembok.
Pada tahun 1638, Belanda yang datang pada awal abad ke-17 mulai menyerang Portugis di sepanjang pantai dan mengusirnya. Pada tahun 1640, setelah pengepungan selama 4 hari, Belanda merebut Benteng Galle.
Beberapa tahun kemudian, mereka memperluas benteng dan kota ini berkembang di bawah kekuasaan mereka selama lebih dari satu abad. Era baru dimulai pada tahun 1796 ketika Sri Lanka diserahkan kepada Inggris setelah kekalahan Belanda dalam Perang Napoleon.
Selama abad berikutnya, Galle terus berperan sebagai pelabuhan terpenting di negara itu. Kota ini secara bertahap mengalami penurunan pada awal abad ke-20 ketika Kolombo menjadi pusat komersial terpenting di Sri Lanka.
Saat ini, berjalan melewati gerbang masuk terasa seperti melangkah memasuki lorong waktu. Vila-vila zaman Belanda berjejer di jalan-jalan kuno di samping gereja-gereja kolonial dan bangunan bersejarah.
Galle adalah kota kolonial yang paling terpelihara di Sri Lanka. Kota ini mengalami kebangkitan berkat upaya restorasi yang dilakukan oleh pemilik properti yang telah merenovasi banyak bangunan aslinya.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR