Zhengtong kemudian dibebaskan dan akhirnya duduk di atas takhta lagi dengan nama Tianshun.
Jatuhnya Dinasti Ming
Pemerintahan Dinasti Ming sebagian diruntuhkan oleh masalah fiskal yang sangat besar yang mengakibatkan keruntuhan yang parah. Beberapa faktor berkontribusi terhadap kesulitan keuangan, salah satunya kampanye militer yang menghabiskan banyak uang.
Bencana pertanian, akibat suhu terendah pada Zaman Es Kecil, juga turut menguras dana. Penurunan suhu rata-rata mengakibatkan pembekuan lebih awal, memperpendek musim tanam, dan menghasilkan panen yang buruk.
Keadaan ini menyebabkan kelaparan, yang memaksa tentara yang kelaparan meninggalkan pos mereka dan membentuk geng perampok yang merusak pedesaan.
Pada tahun 1632, geng-geng tersebut bergerak ke timur, dan militer Kekaisaran Dinasti Ming terbukti tidak mampu menghentikan mereka. Segera setelah itu, negara ini semakin hancur akibat banjir, belalang, kekeringan dan penyakit. Pemberontakan dan kerusuhan sudah menjadi hal biasa.
Pada tahun 1642, sekelompok pemberontak menghancurkan tanggul Sungai Kuning dan menimbulkan banjir yang menewaskan ratusan ribu orang. Ketika tatanan sosial runtuh dan penyakit cacar menyebar, dua pemimpin pemberontak yang bersaing, Li Zicheng dan Zhang, mengambil kendali atas wilayah yang berbeda di negara tersebut dan keduanya mendeklarasikan dinasti baru.
Kaisar Ming terakhir, Chóngzhēn, bunuh diri pada tahun 1644. Belakangan pada tahun itu, orang-orang Manchu yang semi-nomaden berhasil mengatasi kekacauan tersebut dan menjadi penguasa Dinasti Qing.
Maka begitulah, kekuasaan di Tiongkok memang kerap beralih tangan. Dinasti Ming yang dulunya dibangun oleh anak miskin yang suka tidur di biara Buddha itu akhirnya telah lenyap, dan digantikan oleh Dinasti Qing.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR