Nationalgeographic.co.id—Waisak memperingati kelahiran, pencerahan, dan kematian Sang Buddha. Hari raya ini diperingati pada hari bulan purnama di bulan lunar Waisakha. Waisak diperingati sebagai hari libur umum di banyak negara Asia Tenggara. Hal ini juga dilakukan di negara-negara Asia Timur, yang memperingati kelahiran Buddha.
Pada tahun 1950, Persekutuan Umat Buddha Dunia menjadikan Waisak sebagai hari libur internasional yang dirayakan pada bulan purnama pertama bulan Mei. Pada tahun 1999 PBB menetapkan Waisak sebagai hari libur internasional.
Hal ini ditandai dengan bhakti khusus dan berbagai perbuatan yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat. Misalnya pemberian makanan atau dana amal kepada para biksu atau pelepasan burung yang ditangkap.
Sejarah perayaan Waisak
“Asal-usul hari raya ini tidak jelas. Pasalnya, hari raya ini tidak dibuktikan dalam sumber-sumber kanonik Buddhis awal,” tulis Charles Preston di laman Britannica. Namun komunitas Theravada menerima bahwa kelahiran, pencerahan, dan kematian Buddha Shakyamuni semuanya terjadi pada hari bulan purnama di bulan Waisak.
Hari raya tersebut muncul secara eksplisit dalam Mahavaṃsa, kronik sejarah Sri Lanka abad ke-5 hingga ke-6 M. Festival-festival serupa dicatat dalam catatan peziarah Buddha Tiongkok, Faxian, yang mengunjungi India pada awal abad ke-5.
Beberapa pihak berpendapat bahwa ajaran Buddha diperkenalkan ke Sri Lanka pada masa Ashoka. Ada kemungkinan bahwa perayaan ini memiliki akar kedaerahan yang lebih tua atau lebih banyak yang hilang dari sejarah.
Perayaan Waisak Theravada dalam bentuknya yang sekarang terjadi di Sri Lanka pada abad ke-19. Waisak awalnya merupakan hari raya keagamaan dan biara yang terbatas pada kuil. Namun, setelah adanya pelarangan prosesi agama Buddha pada tahun 1883, para aktivis semakin berani untuk melawan pembatasan kolonial terhadap agama Buddha.
Pada 1844 teosofis Henry Steel Olcott mengajukan petisi kepada pemerintah Sri Lanka untuk menjadikan Waisak sebagai hari libur resmi. Selanjutnya, aktivis mengubah hari raya tersebut menjadi semacam “Natal” bagi umat Budha.
Perayaan Waisak pun diiringi dengan nyanyian, kartu, hadiah, dan parade. Ada pertunjukan publik yang menceritakan kisah-kisah tentang kehidupan Buddha. Kota-kota dihiasi dengan lampu-lampu indah.
Versi Waisak yang dihidupkan kembali telah menjadi populer di negara-negara yang menganut agama Buddha Theravada. Seperti Sri Lanka, Thailand, Kamboja, Myanmar, Laos, Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Baca Juga: Siapakah Sebenarnya Buddha? Sang Pencerah dari Ajaran Kehidupan
Ritual Waisak
Sama seperti komunitas Buddhis yang terbagi antara sangha monastik dan awam, perayaan Waisak juga terbagi berdasarkan garis sosial tersebut.
Perayaan monastik biasanya mencakup prosesi biksu dan biksuni, pembacaan sutra (teks keagamaan), persembahan di kuil, memandikan patung Buddha, dan khotbah tentang ajaran Buddha. Umat awam memberikan persembahan bunga atau menyalakan dupa di kuil. Mereka juga melakukan pertunjukan budaya.
Umat awam mungkin melafalkan Tiga Permata (Triratna): komitmen terhadap Buddha, dharma, dan sangha. Umat Buddha juga boleh menghindari konsumsi alkohol dan daging selama perayaan berlangsung.
Dimensi penting dari perayaan ini adalah melakukan kebajikan. Hal ini berarti melakukan perbuatan baik untuk meningkatkan karma seseorang atau karma kerabatnya. Kebajikan dapat dicapai dengan mempersembahkan makanan kepada para biarawan dan dengan melepaskan hewan yang dikurung (biasanya burung) ke alam liar.
Kegiatan alternatif untuk melakukan kebajikan yang berhubungan dengan hewan dapat mencakup tidak mengonsumsi daging serta bekerja di tempat penampungan hewan.
Perayaan bagi Sang Buddha
Di sebagian besar negara Buddha Theravada, hari raya tersebut disebut Waisak. Di beberapa tempat disebut Hari Buddha. Di India dan Nepal, perayaan ini disebut Buddha Purnima (Bulan Purnama) atau Buddha Jayanti (secara harfiah berarti kemenangan tetapi sering kali berarti ulang tahun).
Dalam agama Buddha Tibet, praktisi menyebutnya Saga Dawa Duchen (Festival Bulan Keempat). Di Tibet, seluruh bulan keempat dikenal sebagai bulan penuh keberuntungan untuk menuai manfaat dari perbuatan baik.
Di Asia Timur, di mana Mahayana adalah bentuk utama agama Buddha, hari lahir Buddha dirayakan terpisah dari pencerahan dan kematiannya. Perayaan hari lahir Buddha jatuh pada hari kedelapan bulan keempat lunar, kira-kira pada waktu yang sama dengan Waisak Theravada.
Setiap negara memperingati hari tersebut dengan cara yang berbeda dan dengan nama yang berbeda.
Di Korea Selatan, misalnya, festival penyalaan lentera yang disebut Yeondeunghoe memperingati hari lahir Buddha (seokga tansinil). Di Vietnam disebut Phat Dan dan dirayakan dengan lentera berbentuk teratai, doa, dan persembahan.
Di Tiongkok, pelepasan hewan atau fengshang, merupakan bagian penting dari perayaan kelahiran Buddha, yang disebut Fodan. Di Jepang, hari lahir Buddha (Bussho-e) biasa disebut Hana Matsuri (Festival Bunga) dan secara resmi jatuh pada tanggal 8 April. Di Taiwan, kisah kelahiran Buddha diperingati pada hari Minggu kedua bulan Mei, bertepatan dengan Hari Ibu.
Source | : | Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR