Kuncinya adalah agar pengalaman tersebut menjadi “ancaman yang aman”.
“Roller coaster adalah contoh terbaik,” kata Rozin. “Sebenarnya Anda baik-baik saja dan Anda mengetahuinya, tetapi tubuh Anda tidak, dan itulah kesenangannya.” Mencium bunga bangkai juga merupakan sensasi yang sama, katanya.
Psikologi rasa jijik
Pencarian sensasi ini seperti anak-anak yang sedang bermain perang, kata peneliti rasa jijik, Valerie Curtis dari London School of Hygiene and Tropical Medicine.
“Motif 'bermain' mengarahkan manusia (dan sebagian besar mamalia, terutama mamalia muda) untuk mendapatkan pengalaman yang relatif aman. Jadi mereka lebih siap menghadapinya ketika benar-benar bertemu hal yang menakutkan,” katanya.
Jadi dengan mencium bunga bangkai, katanya, kita menguji emosi. “Kami termotivasi untuk mencari tahu seperti apa bau busuk dari bangkai dan melihat bagaimana reaksi kami jika bertemu dengannya.”
Bagaimanapun juga, rasa jijik kita mempunyai tujuan. Menurut teori Curtis tentang rasa jijik, hal-hal yang paling menjijikkan secara universal adalah hal-hal yang dapat membuat kita sakit. Anda tahu, hal-hal seperti mayat yang membusuk.
Namun rasa jijik kita bisa jadi bersifat khusus. Tampaknya, pada dasarnya orang-orang baik-baik saja dengan bau kentutnya sendiri tetapi tidak dengan bau kentut orang lain.
Rasa jijik cenderung melindungi kita dari ancaman orang lain. Sementara kita merasa baik-baik saja dengan kekotoran diri sendiri.
Demikian pula, senyawa aroma yang sama dapat menimbulkan reaksi berbeda. Beberapa wewangian hanya enak dalam dosis kecil, seperti yang diketahui oleh para pembuat parfum. Musk, misalnya, adalah bahan dasar dari banyak parfum tetapi dianggap busuk jika konsentrasinya tinggi.
Demikian pula dengan indole, sebuah molekul yang menambahkan aroma bunga pada parfum. Indole digambarkan agak berbau kotoran dan menjijikkan bagi orang-orang pada konsentrasi yang lebih tinggi.
Baca Juga: Dunia Hewan: Bagaimana Kucing Mengendus Bau Makanan, Teman, dan Musuh?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR