"Kami mengucapkan selamat datang kepada peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah di Kota Sabang," Reza Pahlevi, Penjabat Wali Kota Sabang saat menyambut. "Momentum ini juga mengingatkan kita semua bahwa Sabang memiliki peran penting dalam perdagangan rempah pada masanya dahulu. Dan, salah satunya, kita tahu Sabang berperan dalam perdagangan cengkih—dan rempah-rempah lain—yang merupakan komoditi utama di Kota Sabang, dan juga mewarnai perdagagangan rempah pada masanya."
Sabang memiliki riwayat dalam perdagangan rempah. Kota ini begitu strategis, sangat dekat dengan Phuket dan Langkawi, yang juga berada di jalur pelayaran internasional. "Hampir seratus ribu kapal melintas tiap hari di perairan Sabang!" ujar Reza.
"Jalur Rempah yang melintasi Sabang bukan hanya soal perdagangan, tetapi juga pertukaran budaya," imbuhnya. Di sinilah budaya berbagai tradisi bangsa saling bertemu dan berinteraksi."
Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024 bermula dari Jakarta. Dewaruci singgah di berbagai kota pesisir dalam rute pelayaran kuno perdagangan rempah. Persinggahan pertamanya di Belitung, kemudian Dumai, Sabang, Malaka, Tanjung Uban, Lampung, dan kembali lagi ke Jakarta.
Komandan KRI Dewaruci Letkol Laut (P) Rhony Lutviadhani mengatakan kepada National Geographic Indonesia tentang masa depan Dewaruci setelah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional. Menurutnya, kapal legenda Indonesia ini akan "semakin mudah diakses oleh masyarakat luas sebagai wisata edukasi dan sejarah bahwa bangsa Indonesia memiliki legenda Dewaruci yang menorehkan prestasi di dunia internasional."
Berkenaan dengan keberlanjutan Muhibah Jalur Rempah, Rhony mengharapkan pesertanya bukan hanya dari Indonesia tetapi juga peserta dari negara-negara ASEAN, yang dilalui sejarah Jalur Rempah. Selanjutnya, ia juga menaruh perhatian tentang jalinan kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk turut bersama-sama memperhatikan pelestarian dan perawatan KRI Dewaruci sebagai cagar budaya.
Saya menulis kisah ini di kabin sang angsa betina saat berlayar mengarungi celah perairan antara Semenanjung Malaya dan Sumatra—dari Sabang menuju Kota Malaka. Seperti kata Kowaas saat meninggalkan kota paling barat di Indonesia itu pada enam dekade silam, "Vaya Con Dios Sabang!"
—Kisah ini merupakan bagian "Kabar dari Selat Malaka", laporan jurnalistik National Geographic Indonesia dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR