Nationalgeographic.co.id—Vasco da Gama, seorang pelaut Portugis yang berani, telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah penjelajahan samudra.
Namun, di balik keberaniannya, tersimpan misteri yang hingga kini masih belum terpecahkan.
Benarkah ada pembantaian dalam penjelajahan samudra Vasco da Gama? Pertanyaan ini telah menjadi perdebatan sengit di kalangan sejarawan dan menarik minat publik.
Artikel ini akan mencoba memberikan jawaban yang objektif terhadap pertanyaan tersebut, dengan mengacu pada berbagai sumber sejarah yang relevan.
Lahirnya seorang penjelajah
Lahir sekitar tahun 1460 di kota Sines, Portugal, Vasco da Gama adalah keturunan bangsawan. Meskipun informasi mengenai masa kecilnya sangat terbatas, diketahui bahwa ayahnya adalah Estêvão da Gama, seorang komandan benteng Sines.
Setelah menginjak dewasa, Vasco da Gama bergabung dengan angkatan laut Portugal. Di sana, ia mempelajari ilmu navigasi dan berlatih menjadi pelaut yang andal.
Reputasinya sebagai navigator yang tangguh dan pemberani semakin kuat ketika pada tahun 1492 Raja John II memerintahkannya untuk berlayar ke selatan Lisbon dan kemudian ke wilayah Algarve.
Melansir biography.com, pelayaran ini bertujuan untuk merebut kapal-kapal Prancis sebagai pembalasan atas gangguan yang dilakukan pemerintah Prancis terhadap pengiriman kapal Portugal.
Tak lama setelah menyelesaikan tugas tersebut, Raja John II mangkat dan Raja Manuel I naik tahta pada tahun 1495. Raja yang baru ini kembali menghidupkan misi untuk menemukan jalur perdagangan langsung ke India, yang sebelumnya telah dirintis oleh Raja John II. Portugal pada saat itu sudah menjadi salah satu negara maritim terkuat di Eropa.
Kesuksesan Portugal ini tidak lepas dari peran Pangeran Henry the Navigator. Dengan tim pembuat peta, ahli geografi, dan navigator yang berpengalaman, ia berhasil memperluas pengaruh perdagangan Portugal melalui pelayaran-pelayaran yang dilakukan di sepanjang pantai barat Afrika.
Baca Juga: Lika-liku Perburuan Pulau Rempah: Sejarah Portugis Mencapai Maluku
KOMENTAR