Nationalgeographic.co.id—Bayangkan jika Anda adalah seorang prajurit Kekaisaran Romawi yang sedang berperang. Di tengah pertempuran, Anda berhadapan dengan makhluk besar yang mengeluarkan suara terompet keras yang belum pernah Anda lihat sebelumnya.
Makhluk itu tampak memiliki tombak tajam yang mencuat dari kedua sisi mulutnya. Anggota tubuh yang aneh dan kuat menjulur dari wajahnya. Prajurit bersenjata menunggangi binatang besar ini menghancurkan rekan-rekan Anda di bawah kaki mereka. Binatang besar itu mampu berlari dengan cepat.
Makhluk yang dimaksud adalah gajah perang yang sempat membuat para prajurit Kekaisaran Romawi dilaporkan ketakutan saat pertama kali menghadapinya di medan pertempuran.
Di sisi lain, sulit untuk tidak merasa kasihan pada gajah-gajah itu. Pasalnya menggunakan hewan dengan cara seperti ini dalam perang tidak diragukan lagi merupakan tindakan yang kejam. Namun, musuh-musuh Romawi, khususnya berbagai kerajaan Helenistik dan Kartago, memang menggunakan gajah perang.
Jadi, bagaimana mereka memperoleh dan mengerahkannya dalam pertempuran? Bagaimana tanggapan orang-orang Kekaisaran Romawi saat melihat gajah untuk pertama kalinya?
Aleksander Agung melihat gajah perang di India
Aleksander Agung membawa gajah kembali ke dunia Mediterania setelah bertempur di India utara. Di wilayah itu, gajah digunakan selama berabad-abad dalam peperangan. Dan berkat Aleksander Agung, gajah pun digunakan selama berabad-abad berikutnya untuk berperang.
Aleksander Agung berperang melawan pasukan yang diperlengkapi gajah di Pertempuran Hydaspes (kini di wilayah Pakistan) pada tahun 326 SM. “Ia jelas terkesan oleh hewan tersebut,” tulis Michael B. Charles di laman The Conversation. Sejak itu dunia Mediterania kuno pun mulai tertarik dengan gajah perang.
Banyak dari apa yang disebut kerajaan penerus yang muncul di dunia Helenistik setelah kematian Aleksander Agung pada tahun 323 SM. Misalnya Seleukus dari Suriah, Ptolemeus dari Mesir, dan Antigonid dari Makedonia.
Kerajaan-kerajaan itu dengan antusias memasukkan gajah Asia (Elephas maximus) ke dalam jajaran mereka di medan perang. Dengan perlengkapan yang demikian, mereka sering berperang satu sama lain.
Sebagian besar gajah ini harus diimpor dari kerajaan-kerajaan India yang bersahabat. Namun Ptolemeus dari Mesir akhirnya mengamankan gajah Afrika dari luar perbatasan selatan kerajaan mereka. Hal ini dilakukan setelah saingan mereka, Seleukus, memutus pasokan gajah dari Asia.
Baca Juga: Kisah Dewi Sequana dan Asal Muasal Nama Sungai Seine di Paris
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR