Setahun sebelum Laudato Si' dipublikasikan, wacananya ditentang oleh gereja-gereja konservatif, terutama di AS, yang menyangkal adanya perubahan iklim. Pihak gerakan evangelis AS yang kuat bahkan mengatakan Paus Fransiskus yang menyatakan gerakan lingkungan sebagai "tidak alkitabiah" dan agama palsu.
Rupanya, pandangan Paus Fransiskus terhadap pemuka agama Kristiani menjadi fokus lewat ensikliknya sebagai pihak yang punya peran dalam kesadaran lingkungan. Dia bahkan mengkritik kalangan religius yang meremehkan "ungkapan kepedulian terhadap lingkungan, dengan alasan realisme dan pragmatisme".
Langkah perhatian terhadap perubahan iklim dan isu lingkungan Paus Fransiskus punya dampak yang sangat besar. Ottmar Edenhoffer, direktur Postdam Institute for Climate Impact Research di Jerman berpendapat di Times, bahwa ensiklik ini memperingatkan bahwa perubahan iklim adalah masalah bersama, terlepas apa pun agamanya.
Sampai saat ini, ungkap Edenhoffer, dampak pernyataan Paus Fransiskus meluas ke ranah kebijakan komitmen iklim. Ensiklik yang disampaikan Paus Fransiskus menjadi "simbol yang kuat," lanjutnya. "Vatikan memainkan peran penting dalam negosiasi Perjanjian Paris [untuk membatasi pemanasan global], dan sebagai aktor sangat membantu."
Atas seruan ini, Vatikan menjadi pihak yang terlibat dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCC) pada 2022.
“Peduli terhadap iklim, peduli terhadap bumi, ini sekarang menjadi bagian dari ajaran Gereja. Orang-orang di seluruh dunia menerima pesan tersebut dan mengubahnya menjadi tindakan nyata. Itulah warisannya, dan itu akan bertahan lama," terang Tomas Insua, executive director Laudato Si' Movement, dikutip dari Times.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR