Nationalgeographic.co.id - WHO telah menerapkan penyakit kulit menular Mpox sebagai pandemi global. Berdasarkan laporan Sehat Negeriku pada 18 Agustus 2024, 88 kasus dengan penyakit Mpox di Indonesia.
Penyakit Mpox juga lebih dikenal sebagai cacar monyet. Gejalanya mirip dengan cacar pada umumnya, yakni demam, sakit kepala, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Penyakit kulit ini akan berkembang ketika ruam muncul yang kemudian menjadi lesi sampai akhirnya mengelupas.
Para ilmuwan telah berhasil mengembangkan vaksin untuk Mpox. Vaksin JYNNEOS adalah salah satunya dengan dosis dua kali dengan rentang waktu 28 hari setelah dosis pertama. Meski pengembangannya sudah ada, vaksinasi cacar Mpox belum dilakukan secara massal.
Dosis vaksin baru diberikan pada kelompok berisiko, seperti gay, biseksual, individu yang aktif bergonta-ganti pasangan seksual, individu yang punya kontak erat dengan penderita cacar Mpox dalam dua pekan terakhir, petugas laboratorium, dan tenaga kesehatan. Sejauh ini, anak-anak tidak direkomendasikan mendapat vaksin.
Alasan vaksinasi massal belum dilakukan disebabkan ketersediaan vaksin Mpox masih terbatas dan hanya didistribusikan ke daerah tertentu. Perkiraan harga vaksin pun masih mahal, berkisar Rp3,5 juta rupiah.
Cacar Mpox tetap bisa menjangkit walau pernah terkena cacar air
Meski memiliki kesamaan gejala, cacar Mpox dan cacar air adalah dua jenis yang berbeda. Nama latin virus cacar Mpox adalah Orthopoxvirus monkeypox yang berasal dari genus Orthopoxvirus. Sedangkan cacar air disebabkan virus varicella zoster (VZV) dengan nama latin Human alphaherpesvirus 3 dari genus Varicellovirus.
Sampai hari ini, cacar air kerap menjangkit anak-anak lewat persebaran udara yang mengandung tetesan air liur penderita. Mereka yang sudah mendapatkan dosis vaksin cacar air dan pernah terjangkit, biasanya, tidak akan terserang virus ini lagi. Ragam vaksin cacar air diketahui 98 persen efektif untuk mencegah virus.
Akan tetapi, karakteristik virus cacar air dan cacar Mpox berbeda. Secara genomik, hubungan cacar air lebih erat dengan virus herpes simpleks (HSV), daripada Mpox. Itu sebabnya, pencegahan penyebaran dengan vaksin Mpox tidak bisa dengan vaksin cacar air.
Ika Puspita Sari, profesor di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam webinar tentang Mpox pada November 2023 menyebut, upaya vaksinasi penyakit ini sebelumnya pernah dilakukan pada 1970-an. Kemudian terhenti pada 1980 karena dianggap penyebarannya telah berhasil diberantas.
"Hal terpenting untuk dipahami adalah pencegahan. Hindari kontak dengan hewan apa pun, baik yang sakit atau ditemukan mati, di area penyebaran dan bahkan di tempat tidur, dan linen apa pun," saran Sari, dikutip dari laman kabar UGM.
Baca Juga: Cacar Monyet: Bisakah Kita Selamat Jika Sudah Terinfeksi Virus Mpox?
Jika ditemukan individu dengan gejala cacar monyet, sebaiknya segera ditangani dengan tenaga kesehatan. Penanganan yang cepat dapat mencegah konsekuensi fatal, seperti penyebaran yang tidak dapat diperkirakan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pun menyarankan agar masyarakat tetap waspada dan sadar akan cacar monyet.
Sebuah studi mengungkapkan bahwa infeksi Mpox bisa terjadi tanpa gejala yang dapat menular ke orang lain. Berbeda dengan cacar air yang kerap dengan gejala, tetapi sangat ringan sampai tidak dikenali.
Perbedaan lainnya antara cacar air dan cacar monyet adalah distribusi dan lokasi ruam. Distribusi Mpox dapat menyebabkan lesi yang paling banyak pada wajah daripada tubuh. Ruamnya penyakit Mpox dapat berkembang di telapak tangan, telapak kaki, sekitar alat kelamin dan anus, dan bahkan mata. Lokasi ini tidak umum pada cacar air.
"Harus ada isolasi untuk pasien cacar monyet, [dengan] mencuci tangan harus lebih sering, dan memasak daging dengan benar dan menyeluruh karena ada kemungkinan kontaminasi virus," terang Sari.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR