Nationalgeographic.co.id—Kasus perundungan atau bullying di Indonesia terus memakan korban. Pelajar SMA korban perundungan di Pasuruan mengalami gangguan kejiwaan dan akhirnya harus dibawa ke rumah sakit jiwa.
Seorang peserta pendidikan dokter spesialis di Universitas Diponegoro (UNDIP) bunuh diri akibat sering mengalami perundungan. Setelah kematian sang dokter muda yang hendak menjadi dokter spesialis anestesi itu, kondisi kesehatan ayahnya memburuk dan akhirnya meninggal juga menyusul putrinya.
Bagaimana cara menghentikan kasus perundungan di institusi-institusi pendidikan di Indonesia?
Sebuah studi menanyakan kepada 273 mantan korban perundungan di sekolah. Mereka telah berusia 18 tahun saat menjadi responden studi.
Studi ini berfokus pada perspektif mantan korban perundungan, dengan menanyakan kepada mereka apa yang membuat perundungan berhenti dalam kasus mereka.
Hasilnya, seperempat dari mereka (25%) mengatakan dukungan atau intervensi dari staf sekolah membuat kasus perundungan terhadap mereka berhenti.
Sebanyak 23% dari mereka mengatakan kasus perundungan mereka berhenti ketika mereka beralih ke jenjang sekolah baru.
Adapun sebanyak 20% dari mereka menjawab kasus perundungan berhenti setelah mereka mengubah cara mereka mengatasi bullying tersebut.
Misalnya dengan memberi tahu si perundung untuk berhenti merundung, melawan balik, atau mengabaikan perundungan itu.
Sebanyak 12% dari mereka menjawab kasus bullying mereka berhenti berkat dukungan atau intervensi dari orang tua mereka.
Penyelesaian kasus bullying berkat dukungan orang tua ini lebih mungkin terjadi saat korban berusia di bawah 13 tahun.
Baca Juga: Marie Antoinette, Tokoh Publik yang Kerap Alami Perundungan di Prancis
Sebanyak 11% dari responden mengatakan kasus bullying terhadap mereka berhenti setelah mereka dengan sengaja pindah sekolah atau pindah kelas untuk menghindari para perundung.
Yang menarik, sangat sedikit dari para remaja itu (4%) yang melaporkan bahwa kasus perundungan berhenti berkat dukungan dari teman sebaya.
Temuan ini menekankan pentingnya untuk meningkatkan intervensi teman sebaya dalam beberapa program anti-perundungan. Sebab, teman sebaya lah yang lebih mungkin dan sering melihat kasus perundungan.
Anak-anak, remaja, atau peserta program pendidikan di tingkat mana pun perlu diajari untuk proaktif melaporkan kasus perundungan yang mereka lihat kepada guru, pendidik, atau staf sekolah mereka.
Temuan ini juga menekankan pentingnya pengaturan kelas-kelas baru di setiap jenjang sekolah. Mengacak komposisi siswa dalam sebuah kelas untuk setiap tahunnya bisa dicoba.
Sebab, seperti dijabarkan di atas, banyak kasus perundungan baru berhenti ketika korban beralih ke jenjang pendidikan baru. Dan banyak pula yang menyebabkan korban terpaksa pindah sekolah demi menghentikan perundungan terhadapnya.
Studi ini dilakukan di Swedia. Studi ini digarap oleh Ann Frisen dan rekan-rekanya.
Makalah studi ini, berjudul "What actually makes bullying stop? Reports from former victims", telah terbit di Journal of Adolescence pada 2012.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR