Selama 11 tahun menjabat, Paus tidak pernah lelah untuk mendorong pentingnya upaya-upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan.
Dia berdiri tegak mendorong perjanjian iklim Paris 2015, juga telah menjadikan penanggulangan perubahan iklim sebagai fokus utama dari kepausannya.
Sebelum berangkat ke Indonesia, Paus pun sempat mengeluarkan pernyataan yang mendorong umat manusia di seluruh dunia untuk melindungi lingkungan dengan lebih baik.
"Jika kita mengukur suhu planet, (maka dia) akan memberitahu kita (bahwa) Bumi sedang demam. Dan sakit," tutur Paus Fransiskus dalam sebuah video, dikutip dari Reuters, Kamis (5/9/2024).
Untuk itulah, menurut Paus, "Kita harus berkomitmen melindungi alam, mengubah kebiasaan sendiri dan komunitas."
Apalagi, menurut Paus, saat bumi sakit, maka pihak yang paling terdampak adalah masyarakat miskin. Mereka yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim secara langsung, seperti banjir dan bencana kekeringan.
"Mereka yang paling menderita akibat bencana ini adalah orang miskin, mereka yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena banjir, gelombang panas, atau kekeringan," kata Paus.
Dalam videonya, Fransiskus mengatakan perubahan iklim memerlukan tindakan "yang tidak hanya ekologis, tetapi juga sosial, ekonomi, dan politik".
Komitmennya ini sejalan dengan situasi Indonesia, khususnya Jakarta yang dihuni oleh setidaknya 11,35 juta orang. Bekas ibu kota negara tersebut terus berjuang melawan dampak perubahan iklim seperti banjir dan penurunan tanah.
Sebuah kondisi yang pada akhirnya menjadi salah satu pendorong pemerintah untuk membangun ibu kota baru, Nusantara, di pulau Kalimantan, yang masih berlangsung hingga saat ini.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR