Kisah oleh Putri Selita Firdaus—Tim Litbang Dayung Jelajah Nusantara
Nationalgeographic.co.id—Matahari terus menguji ketahanan kami dengan sinarnya yang masih menyengat kulit wajah dan tangan. Ketika itu kami menuju Tanjung Kelayang Reserve, perjalanan yang memakan waktu sekitar hampir 40 menit.
Begitu tiba di tempat tujuan, udara panas mulai tergantikan oleh suasana yang sejuk dan alami. Dari desain arsitekturnya, kami dapat melihat jelas upaya kawasan ini agar tetap harmonis dengan alam.
Tanjung Kalayang Reserve merupakan pengembang dan regulator utama di Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Kelayang, berkolaborasi dengan alam demi melestarikan lingkungan serta mengurangi dampak perubahan iklim. Pengelolanya telah mengalokasikan hampir setengah dari 200 hektare area pengembangannya sebagai suaka margasatwa—yang juga berfungsi sebagai waduk alami dan daerah tangkapan air hujan.
Kawasan ini memiliki banyak jenis hutan mulai dari hutan primer, gambut, kerangas, juga sekunder. Saat menjelajahi kawasan yang memiliki banyak jenis hutan, kami menyaksikan bagaimana cara mereka mengolah hasil alam serta memanfaatkan kekayaan Belitong untuk segala aspek.
Ekosistem di Tanjung Kelayang Reserve
Salah satu cerita tentang ekosistem langka yang ada di Bumi ialah hutan kerangas. Populasinya hanya dua persen dari luas hutan yang ada di dunia, namun masih dapat dijumpai di kawasan Tanjung Kelayang Reserve.
Hutan kerangas ialah hutan panas karena memiliki lapisan organik yang tipis, selain itu didominasi oleh mineral dan pasir. Pohon atau tumbuhan yang hidup di hutan kerangas umumnya pohon yang sudah termodifikasi daunnya. Jadi daunnya berlilin dan tebal untuk menyimpan air yang berlebih. Penyebarannya bisa berada di wilayah hutan primer.
Hutan primer menjadi rumah dari tumbuhan yang terancam punah di Pulau Belitong. Beberapa di antaranya anggrek. Ada juga pohon pelepak dengan nama aslinya Hopea bilitonensis (A Biliton’s Hope) sebagai harapan bagi Pulau Belitong untuk semakin lestari keanekaragaman hayatinya.
Baca Juga: Ada Rasa Bali di Belitong
Di wilayah hutan ini ditemukan persebaran aktivitas manusia masa lalu. Hutan sekundernya mengalami banyak perubahan—seperti aktivitas manusia berupa kebun sahang (lada)—namun secara alami hutan itu bisa pulih kembali. Pada awalnya didominasi oleh tumbuhan merambat, tidak heran populasi ular meningkat di wilayah tersebut.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR