Sepanjang masa kekaisaran, banyak pengrajin yang datang ke ibu kota Istanbul untuk menawarkan berbagai jenis barang berkualitas tinggi ke istana. Filiz Cagman, Direktur Museum Istana Topkapi, menyatakan bahwa pada tahun 1575, istana mempekerjakan 898 seniman.
Seniman-seniman ini termasuk pelukis, desainer, pembuat ubin, kaligrafer, penjilid buku, tukang emas, pengukir, pembuat pedang, pembuat busur dan panah, penenun karpet dan tekstil, pembuat baju besi, pembuat senjata, pengrajin gading, pembuat alat musik, dan pembuat tembikar.
"Istana dihuni oleh para seniman yang yang terorganisir dalam nakkashane atau studio lukisan kekaisaran. Selama pemerintahan Suleyman, nakkashane merumuskan kosakata estetik yang sangat memengaruhi semua seni Ottoman," jelas Mehmet.
Tiga gaya dekorasi yang berbeda lahir dari studio ini: gaya tradisional—yang identik dengan desain bunga da sulur-sulur yang berkelit dengan cabang dan daun; gaya saz—dipengaruhi oleh motif Timur dan identik dengan unsur-unsur teratai dan naga Tiongkok; serta gaya naturalistik—yang menggambarkan flora taman secara realistis dengan tanda tanaman dan pohon tertentu.
"Gaya naturalistik ini akhirnya menjadi tema dekoratif Ottoman yang disukai untuk menghias keramik, tekstil, dan bahkan ornamen arsitektur," jelasnya.
Para pengrajin biasanya tergabung dalam serikat dagang, dan jumlah mereka dikendalikan ketat oleh birokrasi Ottoman. Pada beberapa kesempatan, para seniman diminta untuk berparade di hadapan sultan.
Salah satu manuskrip dalam koleksi Istana Topkapi menunjukkan tujuh ratus serikat dagang berparade di Istanbul di hadapan sultan.
Selain arsitektur suci, masjid, dan makam, sultan Ottoman bahkan mensponsori berbagai proyek kemasyarakatan. Suleyman juga memfasilitasi pembukaan teater dan kedai kopi Turki pertama.
Begitu hidupnya kesenian pada masa itu, kekaisaran menuntut produksi hasil karya dengan kualitas terbaik, dan seniman diganjar dengan penghargaan yang sesuai.
Pengaruh Budaya Persia
Ottoman juga sangat tertarik dengan karya seni dan sastra dari Persia, bahkan mereka biasa memperolehnya dengan cara menyita dari elit birokrasi yang telah meninggal atau dicopot dari jabatan resmi.
Baca Juga: Makna Islam, Tauhid dan Ma’rifat dalam Surat Petisi ke Ottoman
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR