Nationalgeographic.co.id—Tahukah Anda bahwa berbagai bidang kesenian di Eropa dipengaruhi oleh budaya Ottoman? Ya, istilahnya adalah Turquerie, yakni sebuah upaya meniru aspek seni dan budaya Ottoman yang pernah menjadi tren di Eropa abad ke-17.
Salah satu bidang yang paling terpengaruh turquerie yakni pada musik, yang juga menjadi salah satu bentuk seni paling menonjol sejak abad ke-17. Seiring menyebarnya gaya Turki ini, salah satu hal yang paling menarik minat orang Eropa adalah band militer Ottoman, atau "Mehter."
Ketika musisi Barat mendengar alunan musik Mehter, mereka menciptakan irama musik yang dikenal sebagai "Alla Turca," yang berarti gaya Turki dalam bahasa Italia. Hampir 150 karya opera dan balet yang membahas peristiwa-peristiwa berkaitan dengan orang Turki ditulis di Eropa abad ke-18.
Kata "mehter" atau "mihter" dalam bahasa Persia merupakan gabungan kata "akber" (lebih besar) dan "azam" (sangat agung, ditinggikan) dalam bahasa Arab. Bentuk jamak dari kata tersebut adalah "mehteran". Tempat di mana grup Mehter berlatih dikenal sebagai "mehterhane".
Di Kekaisaran Ottoman, kata "mehter" digunakan untuk menyebut pembuat tenda, pemain band, dan musik yang mereka mainkan. Istilah ini masuk ke dalam bahasa Turki dan digunakan untuk merujuk pada petugas yang menjaga tenda sultan dan membawa panji kesultanan.
Bagi orang Turki, bahkan sebelum Ottoman, band militer merupakan tanda kedaulatan. Oleh karena itu, terdapat berbagai alat musik seperti drum yang ditempatkan di tempat sultan berada, dan konser rutin yang disebut "upacara nevbet" diadakan pada waktu-waktu tertentu jika diperlukan.
Sultan Seljuk Kayqubad III dari Rum mengirim sebuah drum, beserta bendera dan spanduk, kepada Osman Gazi, pendiri Kekaisaran Ottoman, sebagai tanda kedaulatan beylik-nya.
Pada periode selanjutnya, grup musik tersebut menggelar konser di istana selama masa damai dan di depan tenda sultan selama ekspedisi militer, sementara sultan akan menikmatinya sambil berjalan kaki sebagai bentuk penghormatan kepada mendiang Sultan Kayqubad III.
Namun, Sultan Mehmed II meninggalkan tradisi ini dengan mengatakan, “Tidak perlu lagi berdiri memberi hormat untuk seorang sultan yang sudah meninggal 200 tahun lalu.”
Kelompok grup musik Mehter yang disebut "Mehter-i Hakanî" ini biasanya menggelar konser setiap hari setelah salat Ashar. Selain itu, ada pertunjukan tiga bagian yang diadakan setelah salat Isya setiap malam kecuali hari Jumat, dan pertunjukan tiga bagian lainnya untuk membangunkan para pejabat istana untuk salat Subuh.
Konser-konser ini juga diadakan setelah hari raya Idul Fitri, setelah salat Jumat, pada upacara pernikahan dan kelahiran kerajaan, penyambutan duta besar, upacara pengangkatan wazir dan gubernur, serta saat berita kemenangan tiba. Grup musik Mehter bermain di berbagai distrik di Istanbul serta di setiap kastil kota-kota di seluruh kekaisaran.
Baca Juga: Kontradiksi Hukum Syariah Ottoman dalam Merekrut Pasukan Janissari
Membuat Takut
Ali Tufekci dalam Mehter Military Band and Alla Turca Style: Ottoman Impact on European Music mengungkap bahwa tugas utama Mehter adalah bermain sebagai persiapan perang dan di medan perang. "Mereka mendorong para prajurit agar bersikap dinamis dalam pertempuran, sehingga mampu terjaga dan tak gentar menghadapi musuh."
"Ketika pasukan Ottoman melewati beberapa titik penting di wilayahnya, Mehter tampil untuk mengumumkan kedatangan atau keberangkatan pasukan dari setiap kota. Hal itu dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan rakyat," tulis Ali sebagaimana dimuat pada laman Daily Sabah.
Pawai pasukan selama kampanye militer juga dipimpin oleh Mehter dan saat mereka memasuki wilayah musuh, musik dimainkan lebih intens, membuat pegunungan bergema hingga membuat musuh ketakutan bahkan sebelum mereka melihat pasukan.
Mehter memainkan musik berkali-kali selama ekspedisi, untuk mengumumkan kabar baik tentang penaklukan sebuah kastil atau kota, Mehter memainkan pawai saat bendera dikibarkan atas penaklukan baru tersebut.
Ketika istana dikepung, serangan dilakukan pada interval tertentu untuk meruntuhkan istana. Nada yang berbeda dimainkan untuk memastikan pengelompokan kembali pasukan dan nada lain sebagai tanda istirahat.
Semua komposisi ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi jasmani dan rohani para prajurit. Melodi heroik yang dimainkan saat berperang dibangun untuk menanamkan keberanian pada pasukan dan rasa takut pada musuh selama pertempuran.
Pawai Mehter tidak hanya mempengaruhi prajurit tetapi juga pada hewan dengan memberikan dampak baik positif dan negatif selama pertempuran. Bangsa Turki menyadari bahwa beberapa melodi mampu membuat hewan lebih efisien dalam perang.
Kuda akan lebih aktif saat berjalan mengikuti suara Mehter dan, seperti para prajurit, mereka menjadi lebih berani, dan berdiri tegak untuk mengalahkan musuh.
Selama pertempuran, teriakan ribuan pasukan, ringkikan kuda, dan benturan pedang menyebabkan kegaduhan yang hebat. Ditambah lagi suara Mehter menyebarkan teror di antara barisan musuh.
Sejarawan Barat mencatat bahwa suara genderang, kos (gendang besar), naqqara (gendang Timur Tengah yang dimainkan berpasangan) dan zurna (seruling melengking), serta suara kuda dan prajurit menyebabkan ketakutan yang cukup kuat untuk menakuti musuh hingga ke relung jiwanya.
Baca Juga: Kunci Sukses 'Sosok Tunggal' di Balik 600 Tahun Kekuasaan Ottoman
Ketakutan Menjadi Seni
Tentara Ottoman tidak lagi dipandang sebagai pihak yang menakutkan setelah kekalahan telak dalam Pengepungan Wina kedua (1683). Rasa takut digantikan oleh rasa ingin tahu dan kekaguman pada Mehter.
Ketika komposer Jerman Richard Wagner mendengarkan Mehter, ia tidak dapat menahan diri untuk berkata, "itulah yang kita sebut musik yang sesungguhnya."
Bangsa Eropa tidak dapat melupakan kemegahan alunan musik Mehter yang keras untuk waktu yang lama. Hingga tahun 1700-an, musik militer Eropa sebagian besar terdiri dari alat musik tiup.
Mereka mulai mengadopsi ritme dasar dari Mehter untuk alat musik perkusi mereka. Hal itu adalah titik balik bagi musik militer maupun musik klasik.
Seiring berjalannya waktu, mereka membawa perubahan pada musik ansambel, yang menjadi dasar bagi kelompok musik militer saat ini.
Pada pertengahan tahun 1700-an, suku Mehter juga digemari karena pakaian, alat musik, dan musik mereka; dan kelompok-kelompok quasi-Mehter didirikan di tentara-tentara Eropa, terutama di Prusia, Rusia, dan Austria, beberapa dari mereka bahkan memainkan pawai Turki.
Wolfgang Amadeus Mozart adalah komposer yang memperkenalkan nama "Turk" ke dalam musik selama periode klasik yang menjadi asal mula munculnya Turquerie.
Ia terkesan saat mendengarkan pasukan Mehter Turki yang tiba di Wina bersama utusan Ottoman. Jadi, ia menulis banyak sonata piano, konser, dan opera dalam gaya "Alla Turca".
Mozart dengan karyanya yang berupa kisah-kisah magis dari Timur, menambahkan lebih banyak instrumen perkusi ke dalam karyanya atas pengaruh Mehter dan menciptakan "musik Turki" menurut pemahamannya sendiri.
Dengan cara ini, ia membawa pendengar keluar dari suasana musik klasik Barat dan menyeret mereka ke dalam suasana yang eksotis. "Rondo-Alla Turca," bagian terakhir dari Piano Sonata No. 11 (K. 331), yang ia tulis di Paris pada tahun 1778, dan "Die Entfuhrung aus dem Serail" ("Penculikan dari Seraglio"), yang ia tulis pada tahun 1782, termasuk di antara karya-karyanya yang paling terkenal dalam gaya ini.
Baca Juga: Empedu hingga Kotoran Kuda dalam Seni Kaligrafi Ottoman, untuk Apa?
Selain itu, motif musik Turki terlihat dalam banyak operanya yang lain. Johann Wolfgang Franck (1644-1710), Carlo Francesco Pollarolo (1653-1723), Christoph Willibald Gluck (1714-1787), Johann Michael Haydn (1737-1806), Joseph Haydn (1732-1809), Niccolo Piccini (1728-1800), Carl Maria Friedrich Ernst von Weber (1786-1826), Gioacchino Rossini (1792-1868) dan Franz Peter Schubert (1797-1828) adalah beberapa komposer paling terkenal yang menghasilkan karya-karya dalam gaya Alla Turca.
Dalam komposisi-komposisi ini, orang dapat memperhatikan harmoni statis, peralihan antara mayor dan minor, timbre yang berderak dan akord bass menggelegar yang mencoba mencerminkan elemen perkusi Mehter.
Mehter di Era Modern
Kelompok Mehter, salah satu unit terpenting dalam korps militer Ottoman memiliki hubungan dekat dengan Janissari, yang pengaruh politiknya kemudian membawa Ottoman ke ambang kehancuran.
Jadi, pada tahun 1826, Sultan Mahmud II memusnahkan resimen tempur elit ini, tak terkecuali Mehter. Sebagai gantinya, dibentuklah kelompok pawai militer modern.
Lebih dari setengah abad kemudian, Celal Esat Arseven, salah satu sejarawan seni Turki terkemuka pada masa itu, mendirikan kembali Mehterhane. Kelompok Mehter, yang dibentuk berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed Muhtar Pasha, direktur museum militer, menggelar konser pertamanya sejak pembubarannya pada tahun 1911.
Akan tetapi, setelah menjadi Republik Turki, kelompok tersebut dihapuskan lagi karena dianggap mengingatkan ke periode Ottoman.
Pada tahun 1952, Presiden Celal Bayar saat itu terpikat oleh sebuah grup musik bersejarah Skotlandia yang ia lihat di London. Ia memberi tahu kepala staf umum bahwa grup musik yang penuh kenangan seperti itu dapat dibentuk.
Sejarawan seni Turki Ibrahim Hakki Konyali menggambarkan kebangkitan grup musik Mehter sambil menceritakan tentang pendirian museum militer Turki. “Artefak-artefak museum militer itu mengapung di air di ruang bawah tanah gudang senjata yang banjir ketika saya ditugaskan untuk menghidupkan kembali tempat itu."
"Seorang menteri Pertahanan Nasional bernama Zekai Bey menghapus grup musik Mehter, jadi saya pergi ke Ankara, dan setelah negosiasi panjang dengan Kepala Staf Umum Nuri Yamut, saya meyakinkannya untuk mendirikan grup musik Mehter dan komunitas sejarah."
"Saya mendirikan Mehter dan komunitas sejarah sesuai dengan prinsip-prinsip awalnya. Mehter diberikan kepada Osman Bey oleh seorang Sultan Seljuk sebagai tanda kemerdekaan pada saat berdirinya Kekaisaran Ottoman. Itu adalah simbol kemerdekaan," kata Konyalı.
Akhirnya, sebuah Mehterhane didirikan di dalam Angkatan Bersenjata Turki. Namun, lirik lagu kebangsaan disensor.
Nama-nama sultan Ottoman dihapus dan ekspresi yang mengingatkan pada era lama dihapus. Meskipun demikian, hal itu mendapat perhatian besar dari masyarakat. Bahkan banyak kota-kota yang mulai membentuk grup Mehter mereka sendiri.
Grup musik Mehter, yang masih ada hingga saat ini, sudah melakukan tur di banyak negara di seluruh dunia dan mengadakan konser bersama Paduan Suara Tentara Merah di Rusia.
Museum Militer Istanbul sendiri mengadakan pertunjukan Mehter setiap hari, kecuali Senin dan Selasa, termasuk akhir pekan, yang membawa pengunjung kembali ke masa lalu.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR