Nationalgeographic.co.id—Saat ini, kondisi lingkungan yang berbahaya sering menjadi berita. Banyak cerita yang menggambarkan bagaimana Bumi dirusak oleh manusia dan membahas cara untuk mencegahnya. Pencemaran lingkungan dan polusi merupakan masalah yang dihadapi oleh manusia sejak ribuan tahun lalu. Misalnya sejak era Romawi dan Yunani kuno.
Kekhawatiran perihal polusi dan perusakan lingkungan bukanlah hal baru. Ribuan tahun yang lalu, orang-orang di Yunani dan Romawi kuno telah mengetahui bahwa manusia merusak alam. Literatur dari zaman kuno ini mengandung banyak referensi tentang lingkungan dan kerusakan yang dideritanya.
Banyak dari wawasan ini yang masih relevan hingga saat ini. Pencemaran tanah tempat kita bercocok tanam, udara yang kita hirup, dan air yang kita minum memiliki dampak yang jelas.
Mari kita telusuri apa yang dapat diajarkan oleh orang Yunani dan Romawi kuno tentang alam dan tempat kita di dunia.
Agen kehancuran
Penulis Romawi kuno Pliny the Elder, yang hidup pada abad pertama Masehi, prihatin dengan cara manusia merusak Bumi. Dalam karyanya yang berjudul Natural History, ia menulis:
“Kita mencemari sungai dan unsur-unsur alam, dan udara itu sendiri. Semua itu merupakan penopang utama kehidupan dan kita mengubahnya menjadi media untuk penghancuran kehidupan.”
Pliny menganggap planet ini sebagai sesuatu yang harus dilindungi manusia alih-alih dirusak. Menurutnya, manusia berutang pada Ibu Bumi. Bahkan, setelah 2.000 tahun kemudian, kata-kata Pliny tampaknya relevan bagi manusia modern.
Di dunia modern, kekhawatiran tentang kesehatan lingkungan telah menjadi salah satu topik hangat. Survei 2023 terhadap hampir 20.000 anak muda di Australia menunjukkan 44% menganggap lingkungan adalah isu terpenting saat ini.
Pemahaman yang berkembang
Penulis Romawi mencatat bahwa tentara mereka akhirnya meracuni air dan udara di sekitar perkemahan mereka. Penulis militer Flavius Renatus Vegetius, yang hidup sekitar abad keempat dan kelima Masehi, mengamati:
Baca Juga: Hierarki Rumah yang Membelah Bumi-Langit Kehidupan di Romawi Kuno
“Jika pasukan yang banyak jumlahnya tetap berada di satu tempat pada musim panas atau musim gugur, airnya akan tercemar. Selain itu, udaranya juga tercemar. Pencemaran itu kemudian menimbulkan penyakit yang ganas dan mematikan. Hal tersebut tidak dapat dicegah oleh apa pun kecuali dengan berpindah tempat perkemahan.”
Penulis Romawi juga banyak berbicara tentang pencemaran sungai Tiber, yang mengalir melalui Roma.
Penulis biografi Suetonius, yang lahir sekitar tahun 70 Masehi, memberi tahu kita bahwa pencemaran Sungai Tiber. “Sungai Tiber dipenuhi dengan sampah dan menyempit karena bangunan-bangunan yang menjorok sebelum Kaisar Augustus mengambil tindakan untuk membersihkannya,” ungkap Suetonius.
Kebijakan yang buruk telah mencemari air sungai. Misalnya, Kaisar Nero (37–68 M) membuang sejumlah besar biji-bijian busuk ke sungai.
Penyair Romawi Juvenal (dari abad pertama dan kedua Masehi) menyebut Sungai Tiber sebagai "saluran pembuangan air yang deras". Dan Dokter Galen (129–216 Masehi) mengatakan bahwa Sungai Tiber sangat tercemar sehingga ikan yang ditangkap di sana tidak aman untuk dimakan.
Langkah-langkah bangsa Romawi dan Yunani kuno untuk melindungi lingkungan
Bangsa Yunani kuno dan Romawi memperkenalkan berbagai langkah untuk mencegah atau mengurangi kerusakan lingkungan.
Pada tahun 420 SM, misalnya, bangsa Athena memperkenalkan hukum untuk melindungi Sungai Ilissus. “Dilarang merendam bulu hewan di Sungai Ilissus di atas tempat suci Heracles dan menyamaknya. Dilarang membuang sisa pencucian ke sungai.”
Peneliti modern berpendapat bahwa hukum di Athena itu mungkin telah membantu Sungai Ilissus tetap bersih. Para penulis yang menulis pada abad keempat SM (setelah hukum tersebut diperkenalkan) menggambarkan Sungai Ilissus sebagai sungai yang murni dan indah.
Langkah-langkah lain untuk mengurangi polusi di Athena termasuk melarang buang air besar dan buang air kecil di tempat umum. Larangan mencuci pakaian atau membuang sampah ke sungai juga umum dilakukan. Namun, tidak mungkin masyarakat mematuhi larangan ini sepanjang waktu.
Beberapa penguasa juga mencoba melakukan pekerjaan umum seperti membangun saluran pembuangan dan saluran air untuk membersihkan polusi.
Misalnya, Kaisar Romawi Nerva (96–98 M), melakukan serangkaian proyek konstruksi untuk membuat Roma lebih bersih dan sehat.
Sextus Julius Frontinus (35–103 M), manajer saluran air Roma, memberi tahu kita bahwa berkat Kaisar Nerva, penampilan kota menjadi bersih dan berubah. Selain itu, udara menjadi lebih murni. Frontinus menyebutkan juga bahwa penyebab atmosfer yang tidak sehat pun telah disingkirkan.
Merusak lingkungan dapat membahayakan kesehatan kita
Pada suatu waktu di akhir abad pertama atau awal abad kedua Masehi, bangsawan dan pengacara Romawi Pliny Muda menulis surat kepada Kaisar Trajan. Ia mengeluhkan masalah kesehatan masyarakat di kota Amastris, di Turki modern.
Berikut isi suratnya itu:
“Di antara ciri-ciri utama Amastris, Tuan, adalah jalan panjang yang sangat indah. Namun, di sepanjang jalan ini, mengalir apa yang disebut sungai, tetapi sebenarnya adalah selokan yang kotor. Pemandangan menjijikkan dan sungai mengeluarkan bau busuk. Kesehatan dan penampilan kota akan membaik jika ditutup, dan dengan izin Anda, hal ini akan dilakukan.”
Kaisar menjawab bahwa ia senang hal ini dilakukan:
“Ada banyak alasan, Pliny yang baik, untuk menutup air yang Anda katakan mengalir melalui kota Amastris. Salah satunya jika air tersebut membahayakan kesehatan selama dibiarkan terbuka.”
Kisah ini menunjukkan bahwa orang-orang zaman dahulu menyadari bahwa kesehatan tanah, udara, dan air saling terkait dengan kesehatan manusia. Jadi, ketika lingkungan berada dalam kondisi tidak sehat, hal ini juga akan merusak kesehatan dan kesejahteraan kita.
Dunia modern dapat belajar dari zaman kuno
Pesan dari orang-orang Yunani kuno dan Romawi kuno masih berlaku bagi kita saat ini maupun bagi mereka. Saat manusia bergulat dengan berbagai krisis lingkungan, ada baiknya kita merenungkan pengetahuan kuno ini.
Intinya, menjaga planet dalam kondisi sehat tidak hanya baik bagi lingkungan, tetapi juga bagi diri kita sendiri.
Di dunia modern di mana kisah-kisah tentang polusi dan masalah lingkungan terkait sering muncul di berita. Dan, pesan dari orang-orang zaman dahulu ini sangat layak untuk diingat.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR