Banyak dari mitologi dari Kalimantan mengisahkan orangutan sebagai sosok yang dekat dengan manusia yang kuat dan dihormati. Berikut adalah sebagian dari cerita rakyat tentang orangutan dari masyarakat adat Dayak Iban dan Ransa
Cerita dari masyarakat Dayak Iban
Masyarakat adat Dayak Iban menyebut orangutan sebagai maias sebagai salah satu tokoh cerita terkemuka. Kisahnya pun menjadi inspirasi dalam fiksi The Quest for the Petara: The Return of Panggau Warriors karya Oktavia Rosari Nurtjahja.
Vinson H. Sutlive dan Joanne Sutlive dalam The Encyclopaedia of Iban Studies mengumpulkan mitologi Kalimantan dari masyarakat Dayak Iban terkait orangutan yang disebut sebagai maias.
Pertama, orangutan mengajarkan manusia tentang proses bersalin. Masyarakat adat Dayak Iban menggunakan jahe dalam proses bersalin.
Hal ini terkait dengan mitologi yang mengisahkan seorang pria bernama Kelili Badak Resa yang berupaya membantu persalinan istrinya. Dia melihat bahwa orangutan pejantan menggunakan jahe untuk orangutan betina yang hendak melahirkan. Setelah bersalin, orangutan betina dengan cepat pulih. Metode ini pun segera dipraktikkan Kelili Badak Resa.
Saat itu Kelili Badak Resa melihat bagaimana pejantan orangutan menggunakan jahe untuk membantu betina melahirkan dan dapat pulih dengan cepat. Kelili Badak Resa pun mengukit caranya untuk membantu istrinya bersalin.
Mitologi Kalimantan berikutnya adalah tentang Rakup Beliang yang diculik orangutan betina. Perkawinan antara keduanya melahirkan anak perempuan.
Kemudian, Rakup Beliang melarikan diri bersama putrinya sampai harus bersembunyi dengan bersembunyi di bawah air sungai karena dikejar para orangutan.
Dalam pengejarannya itu, para orangutan betina menumbuk akar tuba (Derris elliptica) lalu menebarkannya ke perairan. Ekstrak itu menyebabkan ikan-ikan mengapung ke permukaan. Beruntung Rakup Beliang dan putrinya selamat karena kepalanya masih berada di atas air.
Setelah situasi aman, keduanya langsung berlari ke pemukiman manusia. Rakup Beliang memperkenalkan penggunaan akar tuba ke penduduk sebagai cara menangkap ikan. Secara ilmiah, tuba terbukti beracun dan dapat berfungsi sebagai insektisida alami.
Baca Juga: Orangutan Kalimantan Dibunuh Masyarakat Demi Kebun & Perdagangan Satwa
Mitologi dari masyarakat Dayak Ransa
Melansir halaman YIARI (Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia) dari wawancara bersama ketua adat bernama Udat, masyarakat Dayak Ransa meyakini bahwa orangutan berasal dari manusia. Konon, dahulu kala seseorang tersesat ke dalam hutan sehingga banyak masyarakat dari perkampungan mencarinya.
Di dalam hutan, orang tersebut lambat laun ditumbuhi bulu di seluruh tubuhnya sampai menutupi kulit. Ketika berjumpa dengan rombongan warga yang mencarinya, dia berpesan agar jangan mencarinya lagi karena takdir membawanya hidup di hutan dan jangan mengganggu hidupnya.
Karena menghormati dan hidup berdampingan dengan orangutan, masyarakat Dayak Ransa membuat peraturan tegas. Orangutan tidak boleh dibunuh dan dikonsumsi. Bagi yang melanggarnya, adat memberikan sanksi berupa 30 Ulun atau setara dengan Rp12 juta.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR