Nationalgeographic.co.id—Sejak abad ke-17 hingga ke-18 menjadi titik puncak dari era kejayaan perdagangan budak di hampir di seluruh. Salah satu yang terlibat dan meraup keuntungan besar di antaranya adalah Wangsa Oranje-Nassau, wangsa Kerajaan Belanda.
Menurut investigasi Kementerian Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan atas permintaan Anggota Tweede Kamer, majelis rendah Parlemen, Oranje-Nassau memperoleh sedikitnya sekitar tiga juta gulden—atau setara sembilan triliun rupiah—dari koloni-koloni Belanda, tempat di mana perbudakan tersebar luas.
Angka tersebut telah disesuaikan dengan inflasi, dan mencakup periode dari tahun 1675 hingga 1770. Ini merupakan salah satu hasil penyelidikan terhadap hubungan negara tersebut dengan perdagangan budak.
Penyelidikan dan penelitian ini merupakan upaya untuk mempelajari peran pemerintah Belanda dan “lembaga terkait” dalam perbudakan dan dampaknya.
"Meskipun negara ini menghapus perbudakan pada tahun 1863, beberapa pihak berpendapat bahwa puncak pencapaian ekonomi dan budayanya dicapai melalui kerja paksa dan eksploitasi manusia," tulis Phillip A. Farruggio.
Phillip menulis kepada Countercurrents Collective dalam artikel berjudul Dutch Royal House Earned Over Half A Billion Dollar From Its Colonies In A Single Century During Slave Trade Peak, terbitan 18 Juni 2023.
Perdana Menteri Mark Rutte menyampaikan permintaan maaf resminya sendiri pada bulan Desember 2022 atas keterlibatan Belanda selama 250 tahun dalam perdagangan budak.
Mark Rutte sendiri menyebut ini sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan," tetapi beberapa aktivis berpendapat bahwa hal ini tidak cukup dan menuntut permintaan maaf lebih lanjut dari raja.
Raja Willem III, IV, dan V memiliki fungsi politik penting sebagai pemegang jabatan tetap di Republic of the Seven United Netherlands, pendahulu Belanda saat ini.
Wangsa van Oranje-Nassau sejak lama menjadi elit yang memainkan peran politik yang kuat. Beberapa anggota wangsa menjabat sebagai gubernur atau stadtholder (stadhouder) selama masa Republik Belanda.
Namun pada tahun 1815, setelah melewati periode panjang sebagai republik, Belanda berubah menjadi kerajaan di bawah Wangsa Oranje-Nassau hingga Raja Willem-Alexander yang berkuasa hari ini.
Baca Juga: Romantika-Tragedi: Ketika Pegawai VOC Mencintai Penari Kuil India
Sebagai pemegang jabatan tetap, para raja itu pada dasarnya adalah pemimpin, dan seluruh keuntungan kolonial mereka mencakup setengah dari pendapatan yang kini diketahui dan diterima pemegang jabatan tetap selama periode perbudakan yang tengah dikaji.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Wangsa Oranje-Nassau memperoleh berbagai keuntungan dari koloni dan perbudakan. Misalnya, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) merupakan sumber pendapatan kolonial yang penting.
Keluarga bangsawan tersebut tidak berinvestasi langsung di VOC, tetapi pada saat pendirian perusahaan, para pemegang saham mengatur pembayaran kepada keluarga Oranje seolah-olah mereka memiliki sekitar 3 persen saham.
"Mereka kemudian secara teratur menggunakan pengaruh mereka untuk memecahkan masalah bagi perusahaan dagang tersebut," tandas Phillip A Farruggio.
Penelitian tentang keterlibatan Wangsa Oranje-Nassau dalam perdagangan budak dilakukan oleh beberapa lembaga dan dipimpin oleh Institut Kerajaan untuk Bahasa, Tanah, dan Etnologi di Leiden.
Para sejarawan telah lama mengatakan bahwa keluarga Wangsa Oranje-Nassau sangat terlibat dalam pemerintahan kolonial di bekas Hindia Belanda, Suriname, dan kepulauan Karibia.
Phillip menambahkan bahwa, "belum diketahui pasti seberapa besar kepentingan finansial mereka. Para penulis buku telah membuat perkiraan awal berdasarkan sumber-sumber yang diketahui saat ini."
Peneliti International Institute of Social History Matthias van Rossum menyatakan jika perbudakan sengaja dijadikan dasar dalam tindakan kolonial Belanda di Afrika, Amerika, dan Asia.
Negara Belanda dan para pendahulunya secara langsung bertanggung jawab atas hal ini. Misalnya, arah kebijakan dibuat dan gagasan atas kebijakan itu memungkinkan terjadinya praktik perbudakan di daerah koloninya.
Mantan profesor Universitas Leiden, Gert Oostindie, memimpin studi yang lebih mendalam tentang peran Wangsa Oranje-Nassau selama sejarah kolonial. Ia memulainya pada akhir tahun 2022 dan memperkirakan penelitian ini akan memakan waktu tiga tahun.
Kekaisaran kolonial Belanda bertanggung jawab besar atas sebagian wilayah yang sekarang menjadi Kepulauan Virgin, Brasil, Mauritius, Suriname, Ceylon, dan beberapa pulau di Indonesia (dulu Hindia Belanda).
Sebagian besar wilayah Asia yang dikuasai oleh Kekaisaran Belanda, dikelola oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). Kuasanya atas Hindia direbut dari Portugis, yang sebelumnya telah menjajah wilayah tersebut.
Pada tanggal 1 Juli 2023, diadakan peringatan 150 tahun penghapusan perbudakan di bawah kekuasaan Belanda. Raja Willem-Alexander menyampaikan pidato pada hari itu di sebuah acara di Monumen Perbudakan Nasional di Oosterpark, Amsterdam.
Bagaimana pun, Belanda telah berhasil dalam puncak perdagangan budak di mana Wangsa Oranje-Nassau berhasil meraup keuntungan yang tinggi, meski meninggalkan luka sepanjang jalan sejarah.
Source | : | Countercurrents Collective |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR