Nationalgeographic.co.id—Manusia hidup tersebar di seluruh permukaan bumi yang memungkinkan untuk ditinggali. Guna dapat menjaga kelangsungan hidup, manusia membutuhkan banyak sumber daya, termasuk air, makanan, rumah, taman, dan teknologi.
Manusia telah mengubah lingkungan alam untuk mengumpulkan atau menciptakan sumber daya yang mereka butuhkan untuk menjalani hidup. Namun, terkadang dampaknya terhadap lingkungan sangat parah dan dapat merusak hutan, sabana, dan bioma lainnya.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia merupakan penyebab utama punahnya keanekaragaman hayati di Bumi.
Keanekaragaman hayati berkaitan dengan jumlah sumber daya yang tersedia bagi manusia. Hewan dan tumbuhan terlibat dalam proses untuk menyediakan air, makanan, dan udara bersih bagi kita.
Misalnya, banyak hewan membantu penyerbukan dengan membawa serbuk sari di antara tanaman berbunga, yang memungkinkan tanaman tersebut menghasilkan buah, biji, dan tanaman baru.
Manusia memakan buah, sayur, dan biji yang dihasilkan melalui penyerbukan. Jadi, dampak manusia terhadap lingkungan dapat memengaruhi proses tersebut dan akhirnya membahayakan kehidupan manusia itu sendiri.
Di seluruh dunia, para peneliti sedang menyelidiki dampak manusia terhadap lingkungan. Begitu juga yang dilakukan Giselle Martins Lourenço, Domingos Jesus Rodrigues, dan Thadeu Sobral-Souza dari Universitas Federal Mato Grosso, Brasil.
Untuk melakukannya, mereka mencari indikator biologis, yaitu hewan atau tumbuhan yang dapat dengan cepat memberi tahu kita tentang perubahan lingkungan
Mereka juga memberi kita petunjuk tentang kesehatan lingkungan dan dampak yang disebabkan oleh manusia di masa lalu. Para peneliti bertindak seperti detektif yang mengumpulkan petunjuk biologis ini hingga dapat memberikan bukti yang sangat baik tentang krisis lingkungan. Banyak peneliti telah menggunakan kupu-kupu sebagai indikator biologis
Semua Tentang Kupu-Kupu
Kupu-kupu merupakan serangga yang dapat ditemukan hampir di mana-mana—baik di lingkungan alami maupun lingkungan buatan manusia seperti kota.
Baca Juga: Semua Agama Punya Ajaran Ramah Lingkungan, Bagaimana Pemeluknya di Indonesia?
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR