“Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan panas bumi, harus selalu dilakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan,” kata Pri pada pertengahan November 2024 ini.
“Bila ada klaim-klaim kerusakan atau ketidaknyamanan lainnya yang diduga ditimbulkan oleh kegiatan pengusahaan panas bumi, maka harus benar-benar ditindaklanjuti dengan penelitian ilmiah agar ditemukan penyebab sebenarnya, sehingga klaim/tuduhan dapat dibuktikan atau sebaliknya dipatahkan,” jelas Pri yang kini menjabat sebagai Kepala Pusat Riset Panas Bumi di Fakultas Teknik UGM sekaligus dosen tamu di Geothermal Institute, The University of Auckland.
Pri menambahkan, “Pada tahun 1995 saya meneliti kondisi geologi bawah permukaan lapangan Ulumbu dengan menganalisis core (inti pemboran) dan cutting (serbuk pemboran) dari sumur ULB-01 dan ULB-02, tetapi saya belum pernah melihat situasi permukaan di lapangan Ulumbu termasuk kondisi tanamannya. Untuk menyikapi klaim tentang kerusakan tanaman perlu pemantauan yang reguler dan penelitian ilmiah oleh ahli di bidang tanam-tanaman, mengenai dampak panas bumi terhadap tanaman yang dimaksud.”
Adapun terkait kekhawatiran atau klaim adanya pengambilan air yang berlebihan oleh PLTP, Pri menegaskan hal itu tidak benar. “Pengusahaan panas bumi bukan penurapan air tanah, melainkan ekstraksi energi panas. Air merupakan media yang membawa panas, dan air tersebut berasal dari kedalaman 1,5 – 3,5 km di bawah tanah, bukan air tanah dekat permukaan yang dipakai oleh penduduk.”
“Konstruksi sumur panas bumi juga dirancang untuk tidak terjadinya kontak antara air tanah dangkal/dekat permukaan dengan air geotermal dari kedalaman besar. Air geotermal yang sudah diekstraksi panasnya dikembalikan ke dalam batuan reservoir di kedalaman melalui sumur reinjeksi (di mana konstruksinya juga dibuat sedemikian sehingga tidak terjadi kontak dengan air tanah dangkal), sehingga siklus hidrologi dalam (deep hydrologic cycle) menjadi berkelanjutan,” jelasnya.
Air permukaan atau air tanah dangkal diperlukan secara temporer untuk operasional pemboran dan konstruksi infrastruktur pendukung. Setelah pemboran selesai selanjutnya yang ada hanyalah kebutuhan air bersih untuk operasional perkantoran seperti biasa.
Fais Yonas Boa, seorang tokoh pemuda di Desa Wewo, mengatakan bahwa generasi desanya maupun desa lainnya memang perlu banyak belajar dan mencari tahu informasi lebih banyak mengenai panas bumi. Hal ini diperlukan agar warga bisa berpikir rasional dan tidak mudah terpengaruh oleh klaim-klaim yang tak memiliki bukti atau dasar ilmiah.
“Generasi yang paling bijak adalah generasi yang paling realistis dengan zaman,” ucap Fais yang kini berprofesi sebagai penulis buku dan pembuat konten teks dan video.
“Saya ini kan banyak baca ya,” kata lususan S-1 dan S-2 dari Yogyakarta itu. “Saya teringat ada kata-kata bijak dari Soekarno. Dulu dia bilang gini, "Barang siapa yang melawan zaman, dia akan tertindas oleh zaman’.”
Fais menegaskan bahwa generasi yang bijak harus mampu beradaptasi dengan zaman. “Kita realistis dengan kebutuhan zaman. Seperti yang saya singgung tadi, energi, apalagi energi yang hijau ya, yang terbarukan, itu kebutuhan zaman sebenarnya. Karena zaman memang menuntut kita untuk seperti itu,”
“Jadi kalau kita bicara generasi yang bijak, ya bicara generasi yang adaptif dengan zamannya, ya. Daripada kita terlindas dengan zaman kita sendiri toh?” tanyanya retoris.
Beradaptasi dengan Zaman, Tokoh Pemuda Wewo Sadar Kebutuhan Energi Ramah Lingkungan
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR