Nationalgeographic.co.id—Turbulensi adalah bagian yang normal dari penerbangan. Namun, dalam taraf tertentu, turbulensi bisa membahayakan para pengguna pesawa terbang.
Pada Mei 2024, penerbangan dari London ke Singapura harus melakukan pendaratan darurat setelah mengalami turbulensi hebat di atas Myanmar.
“Insiden tersebut menyebabkan satu orang meninggal karena dugaan serangan jantung dan puluhan orang dirawat di rumah sakit,” tulis Ceri Perkins di laman Science Focus.
Beberapa hari kemudian, turbulensi dalam penerbangan dari Doha ke Dublin menyebabkan delapan orang dirawat di rumah sakit. Peningkatan laporan seperti ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah turbulensi semakin meningkat belakangan ini? Jika ya, apa yang menyebabkan peningkatan turbulensi?
Turbulensi terjadi ketika perubahan aliran udara yang tiba-tiba. Hal ini bisa menyebabkan pesawat bergetar, miring, atau terhuyung-huyung tidak menentu.
Umumnya, turbulensi disebabkan oleh awan badai, front, bangunnya pesawat, dan udara yang dipaksa naik ke atas melewati pegunungan tinggi. Front adalah wilayah transisi di mana dua massa udara dengan karakteristik berbeda bertemu.
Sebagian besar, bentuk turbulensi ini dipahami dengan baik dan dapat diperkirakan serta dipantau. Jadi, pilot dapat menghindarinya.
Bentuk yang kurang dapat diprediksi, dan karenanya lebih berbahaya, dikenal sebagai turbulensi udara jernih (clear air turbulence).
Turbulensi udara jernih biasanya terjadi secara tiba-tiba dan parah. “Biasanya dipicu oleh geseran angin di batas dua massa udara yang bergerak dengan kecepatan yang sangat berbeda (seperti aliran jet dan udara di sekitarnya),” tambah Perkins.
Turbulensi ini tidak dapat dideteksi oleh radar dan tidak terlihat oleh pilot. Artinya awak pesawat akan terkejut bila mengalaminya dan mungkin tidak sempat menyalakan tanda sabuk pengaman.
Hal inilah yang mungkin terjadi pada penerbangan Singapore Airlines pada Mei 2024, menurut laporan awal Kementerian Transportasi Singapura.
Baca Juga: Te Moana-nui-a-Kiwa, Kawasan 'Blue Carbon' Terbesar Dunia yang Dijaga Suku Maori
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR