Dalam epiknya, Aeneid, ia mengidentifikasi tiga Furies utama: Alecto, Tisiphone, dan Megaera. Ketiganya dikenal sebagai dewi yang membawa kutukan berdasarkan sifat yang mereka wujudkan.
Alecto dikenal sebagai saudari yang mengutuk orang-orang dengan 'kemarahan yang tak berujung'. Saudari kedua, Tisiphone, dikenal mengutuk orang-orang berdosa dengan 'kehancuran yang penuh dendam'. Saudari terakhir, Megaera, ditakuti karena kemampuannya mengutuk orang-orang dengan 'kemarahan yang penuh kecemburuan'.
Dewi-dewi Perawan
Ketiga saudari itu dikenal sebagai tiga dewi perawan. Banyak dewi Yunani yang disebut seperti itu. Seorang perawan adalah kata yang dikaitkan dengan wanita yang belum menikah, muda, bersemangat, riang, dan agak erotis. Para Furies adalah para perawan yang sangat terkenal, tetapi Persephone adalah yang paling terkenal.
Para Furies juga dikenal dengan beberapa nama lain. Selama bertahun-tahun, dialek, penggunaan bahasa, dan masyarakat Yunani kuno banyak berubah. Oleh karena itu, banyak orang dan sumber menggunakan nama yang berbeda untuk Furies di zaman modern.
Erinyes
Sebelum mereka disebut Furies, mereka lebih dikenal sebagai Erinyes. Memang, Erinyes adalah nama yang lebih kuno untuk merujuk pada Furies.
Kedua nama tersebut kini digunakan secara bergantian. Nama Erinyes diyakini berasal dari bahasa Yunani atau Arcadia, dialek Yunani kuno.
Ketika kita melihat bahasa Yunani klasik, nama Erinyes diyakini berasal dari kata erino atau ereunao . Keduanya menandakan sesuatu seperti 'saya memburu' atau 'menganiaya'. Dalam dialek Arcadia, nama tersebut diyakini berasal dari kata erinô. Ini berarti 'aaya marah'.
Eumenides
Nama lain yang digunakan untuk merujuk pada Furies adalah Eumenides. Tidak seperti Erinyes, sebutan Eumenides baru muncul pada masa kemudian. Nama ini memiliki arti "yang bermaksud baik," "yang baik hati," atau "dewi yang membawa ketenangan."
Namun, perubahan nama ini bukan tanpa alasan. Sebutan Furies dianggap tidak lagi sesuai dengan semangat zaman Yunani kuno pada masa tertentu.
"Secara singkat, masyarakat Yunani mulai mengadopsi sistem peradilan yang berbasis keadilan, bukan balas dendam," jelas Van de Kerkhof.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR