Karena nama Furies atau Erinyes identik dengan balas dendam, perubahan nama diperlukan agar keberadaan para dewi ini tetap relevan.
Alih-alih menggunakan nama asli ketiga saudari itu—yang dianggap membawa risiko besar—masyarakat memilih untuk memanggil mereka sebagai Eumenides.
Dalam sebuah pengadilan mitologis, dewi perang dan kebijaksanaan, Athena, memutuskan untuk menyebut mereka Eumenides sebagai bagian dari perjanjian simbolis.
Seluruh perjanjian, meskipun merupakan pembedaan yang semata-mata sewenang-wenang, dibagi menjadi tiga bagian.
Ketika ketiga dewi itu berada di surga, mereka akan disebut Dirae. Ketika mereka dikandung sebagai makhluk di bumi, mereka akan mengadopsi nama Furiae. Dan ketika mereka tinggal di dunia bawah, mereka akan disebut sebagai Eumenides.
Kehidupan dan Hakikat Furies
Sebagai penghuni dunia bawah, Furies digambarkan sebagai perwujudan kutukan yang mampu menyiksa atau bahkan membunuh manusia.
Dalam beberapa cerita, mereka juga dilihat sebagai manifestasi dari roh-roh orang yang terbunuh. Seperti banyak dewa dalam mitologi Yunani, kisah tentang mereka pertama kali muncul dalam Iliad, salah satu karya besar literatur Yunani kuno.
Furies tidak dilahirkan seperti manusia biasa. Sebagaimana banyak tokoh dalam mitologi Yunani, kelahiran mereka penuh dengan keajaiban dan keanehan.
Hesiod, dalam karya klasiknya Theogony, mengisahkan bagaimana para Furies tercipta. Theogony, yang ditulis pada abad ke-8 SM, adalah catatan kronologis tentang para dewa Yunani dan asal-usul mereka.
Kisah kelahiran Furies bermula dari konflik antara dua dewa purba, Uranus (langit) dan Gaia (bumi). Sebagai pendiri kosmos dalam mitologi Yunani, keduanya dikenal sebagai leluhur para Titan dan dewa Olimpus.
Namun, hubungan mereka retak ketika Uranus memenjarakan anak-anak mereka—Cyclops, makhluk bermata satu yang memiliki kekuatan luar biasa, dan Hecatoncheires, raksasa dengan lima puluh kepala dan seratus lengan yang sangat kuat. Kemarahan Gaia memuncak, dan ia meminta salah satu putranya, Cronus, untuk melawan Uranus.
Aksi Cronus dan Kelahiran Furies
Cronus akhirnya menuruti permintaan ibunya. Dalam pertarungan melawan Uranus, ia mengebiri ayahnya dan membuang alat kelaminnya ke laut.
Darah yang terciprat dari luka Uranus meresap ke bumi (Gaia), dan dari interaksi tersebut lahirlah para Furies—tiga sosok dewi pembalas dendam.
Namun, cerita ini tidak berakhir di sana. Busa yang muncul di lautan akibat alat kelamin Uranus juga melahirkan Aphrodite, dewi cinta dan kecantikan.
Dengan demikian, peristiwa yang sama menghasilkan dua kekuatan yang bertolak belakang: cinta melalui Aphrodite dan pembalasan dendam melalui Furies.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR