Nationalgeographic.co.id—Dunia saat ini tengah berada di persimpangan jalan yang kritis. Di satu sisi, kita berupaya mencapai kemakmuran dan ketahanan yang berkelanjutan.
Di sisi lain, kita dihadapkan pada serangkaian krisis keberlanjutan yang saling terkait, seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan ketidaksetaraan sosial.
Dalam konteks planet yang sumber dayanya terbatas dan semakin terdegradasi, tantangan ini semakin kompleks dan mendesak.
Di tengah tantangan global yang semakin mendesak ini, perguruan tinggi memiliki peran yang sangat strategis. Sebagai pusat penelitian dan pendidikan, perguruan tinggi menghasilkan pengetahuan mutakhir tentang akar penyebab masalah lingkungan dan sosial.
Selain itu, perguruan tinggi juga berperan sebagai inkubator inovasi, melahirkan solusi-solusi kreatif dan teknologi baru yang dapat mengatasi tantangan tersebut.
Para akademisi dan mahasiswa di perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan penelitian yang mendalam, tetapi juga mendidik para pemimpin masa depan yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.
Namun, seperti dilansir World Economic Forum, meskipun perguruan tinggi telah memberikan kontribusi yang signifikan, potensi mereka untuk mengatasi krisis global masih belum sepenuhnya tergali.
Pengetahuan, keterampilan, dan ekosistem inovasi yang ada di perguruan tinggi belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung masyarakat dalam menghadapi tantangan yang kompleks ini.
Untuk mencapai dampak yang lebih besar, diperlukan kolaborasi yang lebih erat dan strategis antara berbagai perguruan tinggi. Selain itu, kolaborasi yang lebih ambisius dan efektif dengan mitra eksternal, seperti pemerintah, industri, dan masyarakat sipil, juga sangat penting.
Kolaborasi yang kuat antar-perguruan tinggi dan dengan mitra eksternal dapat memungkinkan upaya bersama yang lebih efektif untuk memastikan bahwa pembangunan ekonomi memberikan manfaat bagi manusia, alam, dan iklim.
Namun, membangun kolaborasi yang sukses bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak, pemahaman yang mendalam tentang tantangan yang dihadapi, serta mekanisme yang tepat untuk memfasilitasi kerja sama.
Baca Juga: Perubahan Iklim Jadi Faktor Burung Tertabrak Pesawat Lebih Sering Terjadi
Tantangan dalam membangun kolaborasi
Persaingan sengit untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas, terutama dana, seringkali menghambat terbentuknya kolaborasi yang kuat, baik di dalam maupun di luar lingkungan akademik.
Sistem penghargaan dan pengembangan karier yang ada saat ini juga cenderung lebih mengutamakan pencapaian individu daripada kerja sama tim.
Dalam upaya menjalin kemitraan dengan pihak eksternal, perguruan tinggi seringkali menghadapi tantangan dalam mengomunikasikan dengan jelas kapabilitas dan kemampuannya.
Seperti yang disampaikan oleh Presiden Hugh Brady dari Imperial College, "etalase" perguruan tinggi yang kurang menarik dan struktur organisasi yang terdesentralisasi dapat menyulitkan mitra potensial untuk memahami dan berinteraksi dengan institusi tersebut.
Di tingkat internasional, peluang untuk membangun aliansi yang kuat dan berdampak besar semakin terbatas.
Meningkatnya polarisasi politik dalam menghadapi berbagai tantangan global, pengawasan ketat terhadap sumber pendanaan, serta proteksionisme yang menguat dalam bidang kekayaan intelektual dan teknologi telah menciptakan hambatan yang signifikan.
Selain itu, kurangnya investasi jangka panjang dari pemerintah dalam sektor penelitian, inovasi, dan pendidikan semakin memperparah situasi.
Meskipun demikian, sejumlah pendekatan inovatif telah menunjukkan potensi besar dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Membina kolaborasi yang baru
Kolaborasi antarperguruan tinggi menjadi kunci untuk mengatasi tantangan global yang mendesak. Dengan menggabungkan keahlian dan sumber daya yang beragam, institusi pendidikan tinggi dapat menciptakan solusi inovatif yang berdampak signifikan.
Baca Juga: Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Imperial College London, sebagai contoh, telah mengambil langkah proaktif dengan membentuk empat sekolah konvergensi ilmu lintas bidang.
Inisiatif ini bertujuan untuk melampaui batas-batas disiplin ilmu tradisional, memfasilitasi kolaborasi yang lebih erat antara para peneliti, dan mendorong inovasi dalam bidang-bidang strategis seperti kecerdasan buatan, teknologi medis, dan ilmu iklim.
Dengan model kolaboratif ini, Imperial College London tidak hanya memperkuat posisi mereka di dunia akademik, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat global.
Di sisi lain, University of Pennsylvania turut berkontribusi dalam upaya mengatasi krisis iklim.
Melalui kolaborasi interdisipliner yang melibatkan para akademisi dari berbagai bidang, perguruan tinggi ini sedang menggali potensi solusi pembiayaan iklim yang inovatif.
Menyusul keputusan penting mengenai Tujuan Kuantitatif Kolektif Baru pada Konferensi Iklim PBB 2024 (COP29), para peneliti di University of Pennsylvania bekerja sama dengan para praktisi untuk merumuskan ide-ide baru yang dapat mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon.
University of Cambridge juga mengambil peran aktif dalam mendorong kolaborasi internasional.
Dengan menjalin kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi terkemuka di seluruh dunia, Cambridge berupaya untuk menciptakan momentum di sekitar solusi kebijakan yang paling menjanjikan.
Kerja sama dengan London School of Economics, misalnya, difokuskan pada pengembangan jalur netralitas karbon yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Sementara itu, kemitraan dengan School of Governance di University of Witwatersrand bertujuan untuk melibatkan perusahaan-perusahaan terkemuka dalam pengembangan kebijakan publik yang berkelanjutan.
Selain itu, kolaborasi dengan University of Manchester dalam membangun klaster inovasi lintas Inggris menunjukkan komitmen Cambridge untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif di seluruh wilayah.
Baca Juga: Bumi Semakin Rapuh pada 2024, Ilmuwan Wanti-wanti Datangnya Ancaman yang Lebih Buruk
Membuka jalan perubahan melalui kemitraan
Semakin disadari bahwa untuk mengatasi tantangan global yang kompleks, seperti perubahan iklim, diperlukan upaya kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak dalam skala yang luas.
Kemitraan strategis antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat sipil menjadi kunci untuk merancang dan mengimplementasikan solusi yang efektif.
Salah satu contoh nyata dari kolaborasi lintas batas adalah Indonesia–NTU Singapore Institute for Research on Sustainability and Innovation (INSPIRASI).
Didukung oleh Dana Endowmen Indonesia, Kementerian Pendidikan Tinggi, Nanyang Technological University Singapore (NTU), dan empat perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, INSPIRASI memfokuskan penelitiannya pada mitigasi perubahan iklim dan keberlanjutan di kawasan tropis Asia Tenggara.
Melalui inisiatif seperti laboratorium hidup energi terbarukan, INSPIRASI berhasil menjembatani kesenjangan antara dunia akademis dan industri, sehingga hasil penelitian dapat segera diaplikasikan dalam skala yang lebih besar.
Di tingkat regional, kolaborasi antara King Abdullah University of Science and Technology dengan Saudi Electric Company juga menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Kemitraan ini berhasil mengembangkan teknologi penangkapan karbon yang disesuaikan dengan karakteristik pembangkit listrik di Arab Saudi.
Sebagai bukti keberhasilan, teknologi ini telah diimplementasikan di Pabrik Produksi Energi Rabigh, mendukung ambisi Saudi Arabia untuk mencapai target nol emisi.
Di bidang konservasi keanekaragaman hayati, Cambridge Conservation Initiative menjadi contoh inspiratif lainnya.
Kolaborasi antara akademisi dan praktisi dari 10 organisasi konservasi internasional ini telah menghasilkan berbagai dampak positif, seperti membantu merumuskan strategi keanekaragaman hayati untuk Union Bancaire Privée dan mengelola program restorasi ekosistem skala besar di seluruh Eropa.
Baca Juga: Nasib Air Terjun Terbesar di Bumi yang Kini Terancam Perubahan Iklim
Kondisi penting untuk kesuksesan
Meskipun berbagai solusi telah diajukan, laju kerusakan alam jauh lebih cepat daripada upaya mitigasi kita. Dalam situasi yang genting ini, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk mencapai perubahan signifikan.
Perguruan tinggi, sebagai pusat pengetahuan dan inovasi, memiliki peran krusial dalam mengatasi tantangan ini. Namun, potensi penuh mereka baru dapat terwujud melalui kerja sama yang erat dengan berbagai pihak.
Pemerintah, dengan otoritasnya dalam membuat kebijakan dan mengalokasikan dana, dapat mendorong lahirnya inovasi-inovasi baru.
Sementara itu, sektor swasta dan filantropi dapat menyediakan sumber daya yang diperlukan serta menyelaraskan upaya akademik dengan kebutuhan dunia nyata.
Forum-forum yang melibatkan akademisi, pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil menjadi wadah yang sangat penting untuk membangun dialog, mengidentifikasi celah pengetahuan, dan menumbuhkan rasa saling percaya.
Model kemitraan "4P" yang digagas oleh World Economic Forum, yang melibatkan profesor, publik, swasta, dan filantropi, telah terbukti efektif dalam mendorong kolaborasi skala besar.
Selama New York Climate Week, sesi bersama Columbia Climate School dan inisiatif GAEA (Giving to Amplify Earth Action) Forum menyoroti pentingnya peran akademisi dalam memberikan transparansi, analisis risiko, serta keahlian teknis untuk meningkatkan skala solusi dari tahap konsep hingga implementasi.
Salah satu contoh sukses kolaborasi ini adalah Aviation Impact Accelerator, sebuah kemitraan yang melibatkan para peneliti, pemodel, industri penerbangan, pemerintah, dan filantropi untuk mengembangkan penerbangan yang lebih berkelanjutan.
Laporan mereka yang berjudul "Five Years to Chart a New Future for Aviation" telah menjadi rujukan penting dalam pembentukan kebijakan pemerintah, pengembangan teknologi industri, dan strategi investasi.
Potensi penerapan pendekatan serupa sangat menjanjikan untuk sektor pangan, penggunaan lahan, dan infrastruktur.
Menghadapi tantangan keberlanjutan yang semakin kompleks, perguruan tinggi harus mengambil peran yang lebih proaktif dalam memberikan solusi. Melalui kolaborasi strategis, mereka dapat mendorong lahirnya ide-ide inovatif dan mempercepat penerapannya dalam skala yang lebih luas.
Akademisi, bersama dengan para mitra mereka, memiliki potensi untuk menciptakan dampak transformatif yang signifikan. Waktu untuk bertindak adalah sekarang, dan manfaat yang akan kita peroleh jauh lebih besar daripada tantangan yang harus kita hadapi.
KOMENTAR