Nationalgeographic.co.id—Merupakan salah satu raja paling dikenal dalam sejarah Korea, Raja Taejong tidak dilahirkan di tengah keluarga kerajaan. Lalu bagaimana ia bisa menduduki Takhta Phoenix?
Diberi nama Yi Bang-won, ia lahir pada tahun 1367. Bang-won adalah putra kelima dari Jenderal Yi Seong-gye yang disegani dan semakin berkuasa.
Bang-won tumbuh dengan rasa kagum terhadap ayahnya. Sang ayah merupakan pahlawan yang terkenal karena berhasil mengusir sisa-sisa bangsa Mongol dari Semenanjung Korea. Ia juga mengatasi ancaman terus-menerus dari bajak laut Jepang (wokou) pada akhir tahun 1370-an dan awal tahun 1380-an.
Di masa mudanya, Bang-won dan saudara-saudaranya menghabiskan waktu berjam-jam untuk asyik bermain. Mereka menciptakan dunia khayalan tempat mereka berkuasa sebagai bajak laut, penjahat, dan pahlawan.
Di waktu lain, mereka akan melakukan pertempuran khayalan yang menggemakan kisah-kisah tentang kepahlawanan ayah mereka. Mereka adalah para pejuang yang bertempur untuk menyelamatkan semenanjung mereka. Tongkat-tongkat andalan mereka berubah dalam pikiran mereka menjadi pedang-pedang yang berkilauan.
Di balik keceriaan masa kanak-kanak, selalu ada persaingan. Kemudian muncul keinginan untuk mendominasi.
Perebutan kekuasaan dan benih-benih konflik
Dinasti Goryeo, yang berusia 400 tahun tempat Bang-won tinggal, sedang mengembuskan napas terakhirnya. Dinasti ini terkikis oleh tahun-tahun perang dan disintegrasi Kekaisaran Mongol, penjajah de facto. Legitimasi kerajaan melemah, dengan beberapa generasi perkawinan paksa dengan keluarga Dinasti Yuan yang dipimpin Mongol dari Tiongkok.
Persaingan merajalela di antara para bangsawan, jenderal, dan menteri yang bercita-cita menjadi penguasa istana. Bisik-bisik bergema di seluruh negeri bahwa penguasa, Raja U bukanlah keturunan Raja Gongmin, pendiri Dinasti Goryeo.
Di Barat, Dinasti Ming tumbuh dari “abu” Dinasti Yuan yang runtuh. Dan dengan demikian, Dinasti Goryeo terpecah menjadi dua faksi yang bersaing untuk mendukung kekuatan luar yang berlawanan.
Jenderal Yi mengumpulkan gelombang dukungan yang signifikan. “Mulai dari pejabat tinggi pemerintah dan masyarakat umum,” tulis Minzi Kang di laman Medium. Hal ini telah dilakukannya selama beberapa dekade ketika ia membela kerajaan.
Baca Juga: Taejong, Kaisar Paling Kejam dari Dinasti Joseon Kekaisaran Korea
Di tengah kekacauan, Jenderal Yi memberi orang-orang rasa stabilitas. Masyarakat bergantung padanya. Mereka takut jika kekuatan luar akan “menelan” mereka. Jenderal Yi, menyadari dukungan tersebut, menggulingkan Raja U dalam kudeta. Saat itu, ia pun mulai menguasai takhta lewat raja-raja boneka.
Anggota keluarga kerajaan Raja U dimanfaatkan secara bergantian. Dimulai dengan putra berusia 8 tahun, Raja Chang; diikuti oleh kerabat kerajaan jauh, Raja Gongyang.
Setelah itu, Jenderal Yi Seong-gye mendorong Raja Gongyang dari takhtanya. Ia memahkotai dirinya sendiri sebagai Raja Taejo pada tahun 1392. 475 tahun pemerintahan Goryeo berakhir, dan Dinasti Joseon bangkit. Namun, permainan untuk memperebutkan takhta masih jauh dari kata selesai dalam sejarah Korea.
Peran penting Yi Bang-won dalam perebutan Takhta Phoenix
Yi Bang-won, putra kelima, telah memainkan peran penting dalam membantu ayahnya naik ke tampuk kekuasaan. Meskipun berasal dari latar belakang non-bangsawan, Bang-won menunjukkan kecakapan akademis, lulus ujian pegawai negeri yang terkenal sulit. Ia dikenal karena kecerdasannya dan kemampuannya membaca lanskap politik.
Naluri membimbingnya dalam pengambilan keputusan. Bang-won selalu ingin menjadi bagian dari dunia ayahnya. Ia menggunakan kualitas-kualitas ini untuk membantu sang ayah menavigasi ranah politik yang rumit dan sering kali berbahaya.
Bang-won-lah yang dapat melihat sejarah terbentang di depan matanya di balik cakrawala. Perubahan sedang terjadi dan kekuasaannya akan bangkit.
Bang-won meyakinkan ayahnya untuk melancarkan pemberontakan. “Dinasti Goryeo lemah dan korup,” katanya. Dinasti yang berkuasa harus digulingkan jika mereka ingin meletakkan dasar bagi pemerintahan yang baru dan stabil.
Bang-won adalah seorang pemimpin militer, ahli strategi politik, dan “pembuat” raja. Ia memimpin pasukan untuk menekan pemberontakan dan menjaga ketertiban. Bang-won membantu mendirikan Dinasti Joseon yang baru.
Sebagai pemimpin militer, Bang-won mengatasi Pemberontakan Serban Merah (1388) dan Pemberontakan Sambyelcho (1392). Ia juga mengamankan ibu kota Hanyang dari ancaman pemberontak.
Putra Yi itu menunjukkan kesabaran seekor kura-kura dalam pertempuran dan kelincahan seekor kelinci dalam taktik militer. Mewujudkan yin dan yang untuk mengamankan kekuasaan dinasti yang baru.
Ia menjalani impian masa kecilnya, berjuang bersama dan untuk ayahnya. Dan ia melakukannya dengan sangat baik. Pertempuran militer sangat penting bagi keberhasilan Yi Seong-gye dalam mendirikan Dinasti Joseon dan mengonsolidasikan kekuasaan.
Di luar peran militernya, Yi Bang-won dipercaya memegang beberapa jabatan oleh ayahnya. Ia menjadi Kepala Pengawal Kerajaan, Kepala Enam Kementerian, dan Hakim Agung. Melalui jabatan-jabatan ini, Bang-won memperoleh paparan tentang seluk-beluk birokrasi kerajaan. Ia pun belajar jadi pengambilan keputusan keadilan di seluruh kerajaan.
Di saat yang sama, Bang-won membangun jaringan pengikut dan pendukung yang setia. Dan akhirnya, ia menjadi Kanselir Negara, jabatan tertinggi yang mungkin dalam pemerintahan.
Sebagai kanselir, ia memberi nasihat kepada raja tentang masalah-masalah negara. Dengan kewenangannya, Bang-won membuat keputusan kebijakan dan menunjuk pejabat untuk berbagai posisi kekuasaan.
Di usia 25 tahun, ia mampu membawa sang ayah menduduki Takhta Phoenix. Dan sekarang, ia sendiri adalah calon raja.
Berita tentang penobatan Raja Taejo dibagikan ke kerajaan-kerajaan tetangga dan panggung pun disiapkan. Semua tampak sesuai tetapi takdir punya rencana lain.
Permainan kekuasaan oleh para penasihat Raja Taejo
Jeong Do-jeon dan Nam Eun merupakan dua penasihat terdekat Raja Taejo. Mereka menyaksikan dengan ketakutan saat Yi Bang-won mengumpulkan lebih banyak pengikut dan naik pangkat. Ketidaksukaan mereka satu sama lain tumbuh dari hari ke hari.
Ketidaksepakatan atas struktur pemerintahan menciptakan ketegangan antara kedua belah pihak. Yi Bang-won mendukung sistem yang lebih terdesentralisasi yang memberikan lebih banyak kekuasaan kepada pejabat daerah. Sedangkan dua penasihat tersebut mendukung pemerintahan terpusat.
Yi Bang-won adalah lawan yang tangguh, dengan ambisi yang dapat membakar langit. Kepribadiannya yang agresif akan memperkuat ambisi ini. Ia dikenal karena secara pribadi memimpin pasukan dalam pertempuran, menunjukkan sekilas kekejamannya. Ia adalah ahli dalam semua bidang.
Jeong Do-jeon dan Nam Eun melihat jalan Yi Bang-won menuju mahkota. Mereka bergidik memikirkan semua kerja keras hancur di depan mata. Yi Bang-won merupakan ancaman bagi pemerintahan terpusat yang mereka yakini. Kedua penasihat itu memimpikan stabilitas dan memiliki harapan untuk membangun dinasti yang bertahan lama.
Yi Bang-won adalah orang yang tidak terduga dan kualitasnya yang unggul membuat keberadaannya menjadi ancaman bagi takhta ayahnya. Sebuah kekuatan yang dapat memecah belah dukungan untuk mahkota.
Pengangkatan putra mahkota muda
Jeong Do-jeon percaya bahwa memiliki putra mahkota muda akan memberdayakan hak ilahi mahkota. Ia dibutakan oleh pemikiran akademis murni dan rasa tidak sukanya terhadap Yi Bang-won.
Mempelajari buku-buku sejarah dapat memberinya sedikit gambaran tentang ketidakadilan dan kemarahan yang akan ditimbulkannya pada pangeran-pangeran lainnya. Namun mungkin ia tidak berani membayangkan sejauh mana kengerian yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan seseorang.
Jeong Do-jeon berperan penting dalam membangun pemerintahan bersama Raja Taejo. Dan Raja Taejo menerima nasihatnya dengan penuh pertimbangan.
Pion catur lain di lingkaran Raja Taejo juga memainkan permainan berbahaya ini. Ratu Shindeok, Lady Kang, adalah istri kedua Raja Taejo yang memberinya dua putra.
Sebagai permaisuri, dia adalah orang yang paling dipercaya dan diandalkan sebagai orang kepercayaan. Dia memegang hati Raja di telapak tangannya dan dia ingin putranya mewarisi Takhta Phoenix.
Demi cintanya kepada ratunya dan demi menghormati penasihatnya, Raja Taejo mengangkat Yi Bang Seok sebagai Putra Mahkota. Yi Bang Seok adalah putra bungsunya.
Jika Raja Taejo memilih putra tertua yang memenuhi syarat dalam keluarga, pasti tidak akan ada pertikaian. Namun ia malah memilih seorang anak berusia 11 tahun. Hal ini dilakukan demi cinta sang raja pada ratu.
Takhta yang berlumuran darah
Namun, cinta ini menemui ajalnya, menghilang seperti tinta yang tercecer di air. Ratu Shindeok menemui ajalnya pada tahun 1398.
Konon Jeong Do-jeon mulai berkonspirasi untuk membunuh Yi Bang-won demi mengamankan stabilitas istana. Tindakannya itu pun mengakibatkan Yi Bang-won memberontak. Ia pun mengumpulkan para pendukungnya. Jeong Do-jeon dan para pengikutnya jatuh dan dengan cepat dibasmi.
Hambatan selanjutnya bagi Bang-won adalah putra mahkota, putra kedua mendiang Ratu Shindeok. Yi Bang-won melakukan salah satu dosa terburuk dalam hidup. Ia menodai tangannya dengan membunuh kedua saudara tirinya dari mendiang Ratu Shindeok. Dia menodai permadani pohon keluarga dengan darah.
Ayah Bang-won, Raja Taejo, sudah terguncang oleh kematian mendiang istrinya. Seakan masih belum cukup, ia mendengar berita tentang putra-putranya yang tewas. Dia berteriak seperti makhluk yang telah tertusuk di dada. Ia meratapi istrinya, meratapi kematian anak-anaknya, dan meratapi kematian hati nurani Bang-won.
Yi Bang-gwa, putra kedua dinobatkan sebagai Raja Jeongjong setelah ayahnya turun takhta. Ia hanya menjadi raja di atas kertas saja. Yi Bang-won masih memegang kekuasaan dan dukungan di tangannya.
Seorang saudara yang tidak puas dan mendambakan kekuasaan bangkit melawan Yi Bang-won. Namun ia berhasil dikalahkan. Saat itu Raja Jeongjong tahu apa yang harus dilakukannya. Ia mengangkat Yi Bang-won sebagai putra mahkota dan turun takhta. “Yi Bang-won merebut Takhta Phoenix sebagai Raja Taejong,” ungkap Kang.
Sayangnya, dalam kondisi kesehatan yang buruk, Raja Taejo menolak kehadiran Bang-won. Meski tangannya berlumuran darah dalam upayanya menduduki Takhta Phoenix, Raja Taejong dikenal sebagai penguasa yang berusaha memperbaiki kehidupan rakyatnya.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR