Nationalgeographic.grid.id—Sebuah penelitian gabungan terbaru mengungkapkan bahwa ekosistem gambut dan mangrove dapat menjadi kunci untuk memenuhi target pengurangan emisi karbon bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Hasil temuan tersebut menyebutkan, lebih dari setengah emisi karbon dari penggunaan lahan di Asia Tenggara dapat dimitigasi melalui konservasi dan restorasi pada lahan gambut dan mangrove.
“Melestarikan dan merestorasi ekosistem gambut dan mangrove yang memiliki cadangan karbon besar di Asia Tenggara dapat memitigasi sekitar 770 megaton CO2 ekuivalen (MtCO2e) per tahun atau setara dengan hampir dua kali lipat emisi gas rumah kaca nasional Malaysia pada tahun 2023. Meskipun kedua ekosistem ini hanya menempati 5,4% dari luas daratan Asia Tenggara,” ujar Sigit Sasmito, Peneliti dari Centre for Tropical Water and Aquatic Ecosystem Research (TropWATER), James Cook University, Australia.
Temuan tersebut didapatkan setelah dilakukan penelitian terkait perubahan penggunaan lahan dalam kurun waktu 2001 – 2022, yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (GRK). Asia Tenggara menyumbang sekitar sepertiga emisi karbon global akibat perubahan tata guna lahan, di mana sebagian besar berasal dari hutan rawa gambut tropis dan mangrove termasuk akibat kebakaran.
Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wahyu Catur Adinugroho, mengatakan tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Vietnam, menyumbang lebih dari 90% emisi di Asia Tenggara dari sumber-sumber emisi tersebut.
Menurut Wahyu, besarnya kontribusi emisi ini sejalan dengan luasan ekosistem gambut dan mangrove, di mana Indonesia memiliki luasan terbesar dari kedua ekosistem ini, diikuti oleh Malaysia.
"Walaupun merupakan penyumbang emisi terbesar, Indonesia juga memiliki potensi mitigasi perubahan iklim terbesar melalui kegiatan konservasi dan restorasi karena negara kita memiliki 3.4 juta ha hutan mangrove dan 13.4 juta ha lahan gambut,” terang Wahyu.
Penelitian yang baru saja diterbitkan di jurnal Nature Communications ini, melibatkan peneliti dari Nanyang University Singapura, James Cook University Australia, Nanyang Technological University Singapura, Queensland University Australia, Institut Pertanian Bogor, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Kehutanan, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) yang merupakan organisasi nirlaba berbasis ilmiah, serta beberapa peneliti lain.
Gambut dan Mangrove Indonesia untuk Mitigasi Iklim Dunia
Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan lahan gambut tropis dan hutan mangrove terluas di dunia. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim yang juga salah satu kontributor dalam penelitian ini, Haruni Krisnawati, menyebutkan kedua ekosistem tersebut memiliki karakteristik fisik dan ekologi yang serupa. Terutama, tanahnya yang jenuh air serta terbatasnya oksigen dalam jangka waktu yang lama.
Baca Juga: Mengapa Hutan Mangrove Penting bagi Ketahanan Pangan dan Perekonomian?
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR