Kisah oleh Naiya Marcellyya Vatoni, Siswa MAN 2 Kota Bengkulu
Nationalgeographic.co.id—Jika menyebut kata ecobrick, terbayang adalah sebuah botol plastik yang diisi dengan plastik sisa pemakaian. Ada apa dengan plastik-plastik yang ada dalam botol tersebut? Kita akan mengetahui kisah perjalanan panjang plastik pada sikap dan keputusan untuk apa ber-ecobrick.
Plastik merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita, hampir semua produk menggunakan plastik, baik sebagai kemasan atau bahan dasar. Kata "plastik" berasal dari kata latin plasticus atau plastikos yang berarti dapat ditekuk, dibentuk dan dicetak.
Ferdinand Rodriguez, Profesor Teknik Kimia di Cornell University, New York, menulis Principles of Polymer Systems yang menjelaskan asal usul plastik. Menurutnya, plastik merupakan material kimia (polimer) yang terdiri atas berbagai unsur seperti karbon, oksigen, hidrogen, klorin, belerang, nitrogen. Pada awalnya, plastik dibuat dari getah tumbuhan, sekresi serangga, dan tanduk hewan. Namun, seiring berjalannya waktu, bahan baku plastik mulai berganti. Saat ini plastik berasal dari limbah pengolahan minyak bumi.
Keunggulan dan sifat unik plastik membuatnya selalu ada dalam bentuk dan rupa apapun. Elastis, ringan, kuat, tahan air, transparan, tahan lama, tidak cepat rusak, dan harganya relatif murah. Atas segala sifat baiknya, produksi plastik meningkat dahsyat untuk segala keperluan.
Kemudahan penggunaan plastik selama beberapa dekade telah menjadikannya sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan kita. Meskipun demikian, ada konsekuensi yang perlu dipertimbangkan jika masa pakai dan fungsinya sudah habis. Keberadaanya di tempat pembuangan akhir untuk diurai kembali secara alami butuh rentang waktu puluhan hingga ratusan tahun.
Plastik, ketika kita membuangnya, akan menumpuk di lingkungan hingga mencapai titik kritis akan merusak tanah dan meracuni air tanah, mencekik dan meracuni satwa laut, serta dapat menyebabkan dampak kesehatan yang serius.
Hal sederhana yang bisa kita lakukan ketika dihadapkan kepada pilihan menyikapi plastik antara lain menekan atau menghindari penggunaan plastik sekali pakai. Jika penggunaan barang plastik tidak terelakkan, setidaknya kita menyalurkan barang plastik yang sudah tak digunakan lagi melalui penampung atau pengepul untuk didaur ulang. Sementara sisanya yang tak tertampung bisa diselamatkan melalui teknik yang sangat ramah lingkungan, yakni ecobrick.
Untuk plastik-plastik sisa yang sudah menemani dan membantu kita, perlakukanlah secara bijak. Plastik yang dimasukkan ke dalam botol ecobrick itu biasanya berupa kantong kresek, sedotan, plastik pembungkus dan sejenisnya. Semuanya harus dalam keadaan kering dan bersih supaya tidak memicu proses fermentasi. Penting juga untuk memperhatikan kepadatannya seperti pemaparan ecobrick.org, komposisi minimal berat optimal ecobrick adalah 33 persen dari volume botol yang digunakan.
Refleksi diri dibalik satu buah ecobrick yang jadi dalam rentang waktu satu setengah bulan, menggunakan botol air mineral 600 mililiter yang sudah di buat secara benar dan tepat, ada sekitar 220 gram plastik sisa konsumsi yang sudah diselamatkan.
Baca Juga: Peneliti BRIN dan Inggris Berkolaborasi Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik di Indonesia
Apabila plastik-plastik itu dihamparkan ke ruang terbuka, wow, terlihat banyak dan memakan tempat. Bayangkan, bila dalam puluhan hingga ratusan tahun ke depan, plastik-plastik tersebut belum terurai secara alami.
Dari sebuah ecobrick, ternyata mengetuk hati kami untuk menghitung berapa jumlah plastik sisa dari pemenuhan kebutuhan sehari hari—mulai dari bangun tidur, beraktifitas hingga tidur lagi. Ternyata ada banyak barang sejenis plastik, sisa pembungkus kemasan makanan, minuman, pembungkus paket, pembungkus belanja dan yang lainnya.
Begitu banyak fungsi dan peranan plastik yang sangat membantu aktivitas kita, namun untuk mengolahnya butuh tekad yang kuat. Jika dibiarkan secara alami akan butuh waktu yang lama. Jika dibakar atau dibuang akan mencemari udara, air dan tanah. Jika didaur ulang pun membutuhkan teknologi, sehingga memerlukan tambahan sumber daya.
Kelompok plastik yang kami selamatkan pada ecobrick ini adalah plastik-plastik yang memiliki nilai rupiah yang sangat kecil sehingga tidak dilirik para pengusaha industri daur ulang. Sampah plastik yang kian menumpuk jelas akan merusak ekosistem dan mengubah pola dan cara hidup ragam flora dan fauna yang mengarah kepada kepunahan.
Atas dasar ini ecobrick merupakan teknologi yang murah, mudah dan ramah lingkungan dalam pertoloingan pertama dalam penyelamatan pada plastik. "Murah" karena tidak membutuhkan alat yang rumit atau membutuhkan biaya untuk mendapatkannya, menggunakan botol plastik bekas sebagai wadah atau tempat untuk menampung plastik, gunting dan tongkat kayu untuk ‘menyodok’ plastiknya. "Mudah" karena bisa dilakukan oleh siapapun. "Ramah lingkungan" karena tidak membuthkan BBM, cukup tenaga kita.
Ecobrick merupakan langkah awal tentang bijak berplastik, yang mengingatkan kembali tentang gaya hidup kita. Ada ongkos ekologi yang mesti dikeluarkan di balik hitung-hitungan ongkos ekonomi dalam pengelolaan sampah plastik ini.
Kita mencoba mengatasi dan mengelola plastik sisa dari sumbernya dan menghentikannya. Kita mencoba membangun tekad secara kolektif, meyakinkan diri dalam upaya kecil sebagai langkah untuk perubahan besar. Kita berupaya menahan laju percepatan produksi karbon yang lepas ke atmosfer, merawat keberlangsungan hidup yang berkelanjutan. Jika anda berkenan, izinkan kami berkabar mengapa kita harus #BreakFreeFromPlastic sekarang. Plastik, mantan terindah yang kini menghuni ecobrick.
Kisah ini merupakakan bagian kolaborasi National Geographic Indonesia dan Toyota Indonesia dalam gelaran Toyota Eco Youth 13.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR