"Itu proses alami," kata Akpek. "Namun, pergantian terjadi pada tingkat tertentu. Ketika seluruh lapisan epitel hilang, sel-sel yang beregenerasi tidak dapat beregenerasi cukup cepat, sehingga kornea menjadi kosong."
Ketika terpapar sinar UV tingkat rendah, sel-sel epitel dapat mati sekaligus, bukan pada tingkat alami yang bertahap, jelas Akpek.
Namun pada tingkat paparan yang sangat tinggi, sinar UV juga dapat membunuh sel-sel induk yang menghasilkan sel-sel baru, yang menyebabkan jaringan parut pada kornea dan bahkan kebutaan.
"Itu sangat jarang terjadi, tetapi itu bisa terjadi," kata Akpek.
Biasanya, fotokeratitis sembuh dengan sendirinya, tetapi dapat menyebabkan nyeri mata yang hebat, mata merah, penglihatan kabur, pembengkakan, dan sakit kepala, menurut American Academy of Ophthalmology.
Kondisi ini paling umum terjadi pada orang-orang yang tidak mengenakan pelindung mata yang tepat selama aktivitas yang membuat mereka terpapar radiasi ultraviolet yang kuat, seperti pengelasan, kata Akpek.
Orang-orang dengan hobi atau profesi yang berhubungan dengan salju juga berisiko mengalami bentuk fotokeratitis yang sering disebut "kebutaan salju", karena sinar UV terpantul dari salju dan merusak kornea.
Kebutaan salju lebih umum terjadi di daerah dengan lapisan salju dan es yang tinggi, seperti kutub Utara dan Selatan atau pegunungan tinggi.
Namun Quan mengatakan kerusakan kornea ringan dapat terjadi bahkan saat orang melakukan aktivitas yang lebih umum, seperti berperahu atau berkebun. Sinar UV juga dapat terpantul dari permukaan seperti pasir atau air.
Meskipun gaya hidup setiap orang berbeda, ia mengatakan, secara umum, mengenakan topi atau kacamata hitam yang menghalangi 100% sinar UV merupakan cara yang baik untuk mencegah kerusakan mata.
"Beberapa orang mengenakan kacamata hitam yang lebih longgar tergantung pada aktivitas mereka," kata Quan.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR