Nationalgeographic.co.id—Fosilisasi adalah proses pengawetan bahan organik dalam skala waktu geologis, yang sering kali dimulai dengan penguburan cepat sisa-sisa di bawah sedimen, sehingga meminimalkan pembusukan.
Tahapan utama dalam fosilisasi meliputi permineralisasi, saat mineral menyusup ke pori-pori sisa-sisa organik, dan karbonisasi, yang meninggalkan residu karbon.
Kondisi seperti lingkungan anoksik dan sedimen berbutir halus meningkatkan kemungkinan pengawetan fosil, sehingga proses tersebut penting untuk memahami keanekaragaman hayati historis Bumi.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan secara luas percaya bahwa proses fosilisasi akan menghancurkan semua molekul organik aslinya, sehingga fosil kehilangan materi biologis aslinya.
Ternyata, pandangan ini salah. Penemuan kolagen pada tulang fosil dinosaurus baru-baru ini oleh para peneliti Liverpool dapat memberikan wawasan baru tentang dinosaurus dan proses fosilisasi.
Studi ilmiah yang dipimpin oleh University of Liverpool telah memberikan bukti kuat bahwa fosil Mesozoikum, termasuk tulang dan gigi dinosaurus yang mereka pelajari masih mengandung bahan organik yang diawetkan. Tentu saja hal ini menantang pandangan lama tentang proses fosilisasi.
“Penelitian ini menunjukkan tanpa keraguan bahwa biomolekul organik, atau protein seperti kolagen, tampaknya ada di beberapa fosil,” tutur Profesor Steve Taylor, ketua Kelompok Riset Spektrometri Massa di Departemen Teknik Elektro & Elektronika Universitas Liverpool.
Ia menambahkan, ”Hasil kami memiliki implikasi yang luas. Pertama, penelitian ini membantah hipotesis bahwa semua bahan organik yang ditemukan di fosil pasti berasal dari kontaminasi…”
“Kedua, penelitian ini menunjukkan bahwa gambar mikroskop cahaya terpolarisasi silang dari tulang fosil, yang dikumpulkan selama satu abad, harus ditinjau ulang. Gambar-gambar ini dapat mengungkapkan bercak kolagen tulang yang utuh, yang berpotensi menawarkan kumpulan kandidat fosil yang siap pakai untuk analisis protein lebih lanjut. Hal ini dapat membuka wawasan baru tentang dinosaurus, misalnya mengungkap hubungan antara spesies dinosaurus yang masih belum diketahui…”
“Terakhir, temuan ini mengungkap misteri menarik tentang bagaimana protein ini dapat bertahan dalam fosil selama ini.”
Dengan menggunakan spektrometri massa canggih dan teknik analisis lainnya, para peneliti mendeteksi sisa-sisa kolagen di tulang pinggul Edmontosaurus, yaitu dinosaurus berparuh bebek.
Beberapa teknik lainnya, juga digunakan termasuk pengurutan protein, untuk mendeteksi dan mengarakterisasi kolagen tulang pada fosil seberat 22 kilogram tersebut.
Fosil yang dipelajari adalah sakrum Edmontosaurus yang sangat terpelihara dengan baik yang digali dari lapisan Kapur Atas di Formasi Hell Creek South Dakota. Fosil ini merupakan bagian dari koleksi University of Liverpool dan menawarkan peluang unik untuk analisis mutakhir.
Hasil studi ilmiah tersebut telah diterbitkan 17 Januari 2025 dalam jurnal Analytical Chemistry bertajuk “Evidence for Endogenous Collagen in Edmontosaurus Fossil Bone.”
Penelitian ini tampaknya tidak hanya menyelesaikan perdebatan ilmiah yang telah berlangsung lama, tetapi juga membuka jalan lebih jauh untuk mempelajari kehidupan purba, dengan memberikan pandangan sekilas tentang pengawetan biokimia fosil makhluk yang telah punah.
Studi sains ini mempertemukan para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Para peneliti dari UCLA berkontribusi pada studi ini, menggunakan spektrometri massa tandem untuk mendeteksi dan mengukur untuk pertama kalinya, asam amino hidroksiprolin, yang khusus untuk kolagen ketika ditemukan di tulang, sehingga mengonfirmasi keberadaan kolagen yang rusak.
Para peneliti dari Kelompok Riset Spektrometri Massa Universitas Liverpool yang melakukan pengurutan protein dan uji spektrometri massa. Para spesialis dari Pabrik Inovasi Material Universitas yang melakukan analisis tambahan untuk mengonfirmasi hasil, serta Pusat Riset Proteom di Universitas Liverpool yang mengidentifikasi fragmen kolagen alfa-1, bentuk utama kolagen dalam jaringan tulang.
Source | : | SciTechDaily,Sci News |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR