Nationalgeographic.co.id-Pagi buta, sekitar pukul lima pagi, kaum ibu dari dukuh Jalawastu keluar membawa bingkisan yang berbalut kain menuju Pasarean Gedong. Bingkisan itu terdiri dari ragam hasil bumi seperti buah, sayuran, dan nasi jagung. Kaum ibu telah menyiapkannya sedari sehari sebelumnya sebagai persembahan upacara adat Ngasa.
Tidak ada daging di dalamnya, kata Daryono, juru kunci adat. Area Pasarean adalah kawasan yang suci, di mana tidak ada boleh ada makhluk bernyawa apa pun yang dilukai, apalagi dikorbankan untuk upacara adat.
Masyarakat adat Jalawastu merupakan komunitas penutur bahasa dan menjalankan tradisi Sunda. Dukuh mereka terletak di kaki Gunung Kumbang bagian utara, tepatnya di Desa Cisereuh, Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Daryono menjelaskan bahwa Jalawastu berasal dari kata "wastu" (batu) dan "jala" yang berkaitan dengan tempat penangkapan ikan di sungai terdekat. Dia menyebutkan bahwa "Jalawastu" juga berkaitan dengan Kerajaan Sunda yang kemudian beralih menjadi Kesultanan Cirebon.
Islam di Jalawastu
Persebaran Islam yang berkembang dari Cirebon sampai di masyarakat Jalawastu. Mereka yang sebelumnya menganut Wiwitan, berubah menjadi komunitas muslim yang tetap menjaga warisan leluhur.
"Ada yang namanya Gandasari dan Gandawangi yang sama-sama tetua. Ada perbedaan pendapat antara Gandasari dan Gandawangi, antara menerima Islam atau tetap menganut Wiwitan dari leluhur," kata Daryono.
Gandasari bersikukuh agar masyarakat Jalawastu tetap mempertahankan ajaran leluhur. Sebaliknya, Gandawangi menerima Islam, tetapi dengan catatan nilai-nilai tradisi dapat dipertahankan. Keduanya pun bertarung. Gandasari menjadi pihak yang kalah dan, terang Daryono, "memutuskan pergi ke wilayah kulon (barat)" yang diyakini sebagai masyarakat Kanekes (Baduy), Banten.
Pertarungan antara Gandawangi dan Gandasari diabadikan dalam tari centong, tarian tradisional Jalawastu. Tarian ini diperagakan setiap kali menjelang upacara Ngasa.
"Jangan bedakan kami dengan Islam. Kami Islam sedari awal, tapi kita tetap menjalankan tradisi yang diperintahkan leluhur kami," kata Singgih, Ketua Adat Jalawastu. Tradisi Ngasa adalah ekspresi masyarakat adat menjalankan ajaran Islam dengan menjaga keselarasan hubungan dengan alam dan leluhur.
Baca Juga: Kain Tenun Gringsing: Nilai Spiritual Masyarakat Adat di Balik Wastra
Lestari Awards 2025: Cara Mudah UKM dan Perusahaan Besar Berkompetisi dalam Keberlanjutan
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR