“Di beberapa area otak, peningkatan dopamin bisa membantu seseorang lebih fokus,” jelas Samaha.
“Namun di bagian lain, justru bisa meningkatkan impulsivitas.”
Kurangnya dopamin di area tertentu juga dapat mengganggu konsentrasi dan pergerakan, serta dikaitkan dengan kondisi seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), penyakit Parkinson, dan kecanduan.
Mengapa Dopamin Dikaitkan dengan Rasa Senang?
Dopamin sering disebut sebagai zat yang mengontrol rasa senang dan sistem penghargaan, karena penelitian di tahun 1980-an menemukan bahwa otak melepaskan dopamin saat seseorang menerima hadiah atau makanan.
Akibatnya, para ilmuwan saat itu meyakini bahwa dopamin berperan dalam menciptakan kesenangan.
Namun, pada 1990-an dan awal 2000-an, penelitian sains lebih lanjut menantang teori tersebut. Ketika sistem dopamin pada hewan dimatikan, mereka masih menikmati hadiah yang diberikan, tetapi kehilangan motivasi untuk mencarinya lagi.
Dengan kata lain, dopamin bukanlah zat yang membuat kita menyukai sesuatu, tetapi yang mendorong kita untuk menginginkannya.
“Dopamin bukan molekul kesenangan,” kata Samaha. “Dopamin adalah molekul yang mendorong kita mengejar kesenangan.”
Inilah sebabnya mengapa seseorang mungkin sulit menggulir media sosial sebelum tidur, berhenti mengonsumsi alkohol, atau berhenti menggunakan narkoba, meskipun tahu dampaknya buruk.
"Setiap kali kita melihat konten menarik atau mengejutkan di media sosial, otak melepaskan dopamin dan merekam detail pengalaman itu, dengan harapan kita akan mengulanginya saat ada pemicu, seperti notifikasi di ponsel," jelas Dombeck.
Baca Juga: Kenapa Masih Banyak Orang yang Merokok dan Sulit Untuk Berhenti?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR