Nationalgeographic.co.id - Berbicara mengenai cinta seakan tidak pernah ada habisnya. Para penyair puisi-puisi romansa telah mendeskripsikan bagaimana rasanya dimabuk asmara, begitu pula para penulis novel bergenre romance.
“Witing tresno jalaran soko kulino”, ungkapan berbahasa Jawa ini memiliki arti bahwa cinta datang karena telah terbiasa, alias jatuh cinta karena kita terbiasa bertemu dengan orang tersebut. Banyak orang juga beranggapan bahwa cinta itu tidak dapat dipelajari secara ilmiah, karena terkait perasaan, bukan pikiran.
Namun sesungguhnya, saraf di dalam otak pun terdampak oleh cinta. Apa yang sebenarnya terjadi dalam saraf otak kita?
Baca Juga : Manusia Akan Kembali Mendarat di Bulan, Proyek Ambisius Rusia
Dilansir dari The Conversation, pada Kamis (22/11/2018), Berry Juliandi, seorang ahli biologi manusia Institut Pertanian Bogor menjelaskan bagaimana proses biologi dari timbulnya rasa cinta, perubahan hormonal, dan rasa deg-degan yang dialami.
“Ketika ada indra, mata, tertarik pada lawan jenis, itu akan memicu keluarnya dua hormon yang sangat berperan, yaitu hormon dopamin dan oksitoksin. Efek dari dua hormon ini membuat seseorang menjadi nyaman dan senang, tapi ini juga membuat orang kecanduan,” ungkap Berry.
Satu hal yang unik, seseorang bisa merasakan jatuh cinta hanya dalam waktu empat menit.
Sebuah studi pernah dilakukan pada tahun 1995 terhadap dua pasang laki-laki dan perempuan. Kedua pasangan tersebut diberi waktu untuk mengenal satu sama lain dengan bertukar pikiran dan berbicara tentang hal pribadi. Setelah itu, mereka diberikan waktu selama 4 menit untuk menatap satu sama lain. Alhasil, tak lama setelah dilakukan penelitian tersebut, kedua pasangan ini pun menikah.
Baca Juga : Kristallnacht, Peristiwa Pembantaian Orang-orang Yahudi Pada 1938
Namun, apakah "cinta monyet" juga dapat dikategorikan sebagai cinta? Jawabannya adalah tidak. Cinta monyet biasanya dialami oleh remaja yang sedang kebanjiran hormon pubertas. Ini bisa dikatakan juga sebagai efek samping dari pubertas. Karena pada masa ini remaja mengalami fase ketika hormon seksual yang tadinya tidak aktif menjadi aktif. Maka hal ini akan menumbuhkan rasa penasaran untuk mengenal lawan jenis.
“Hormon estrogen dan progesteron membuat wanita terlihat lebih menarik, suaranya juga berubah, secara tidak langsung ini membuat pria menjadi lebih tertarik. Jadi, jatuh cinta saat masih ABG, penilaian anda terhadap orang yang anda taksir itu tidak akan rasional lagi. Sehingga akan membuat banyak keputusan yang salah ketika menyangkut orang yang anda dekati,” ujar Berry lebih lanjut.
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Tiara Syabanira Dewantari |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR