Nationalgeographic.grid.id—Terumbu karang memainkan peran yang sangat penting dalam keanekaragaman hayati laut. Terumbu karang juga mendukung siklus karbon laut dan bertindak sebagai penghalang alami terhadap erosi pantai serta gelombang badai.
Meskipun keberadaannya penting, pemahaman kita terhadap bagaimana terumbu karang ini merespons fluktuasi suhu, pergeseran permukaan laut, dan pengaruh manusia masih terbatas.
Terumbu karang di Teluk Eilat sempat terhenti pertumbuhannya selama 3.000 tahun akibat perubahan permukaan laut, tetapi ia bisa pulih kembali. Para ilmuwan memperingatkan bahwa ancaman lingkungan saat ini biasa saja menghambat pemulihan di masa mendatang.
“Memahami bagaimana terumbu karang merespons perubahan permukaan laut di masa lalu membantu kita memprediksi ketahanan terumbu karang di masa depan dan menginformasikan strategi konservasi,” kata Prof. Adi Torfstein dari Universitas Hebrew.
Beliau bersama rekannya Prof. Oren Levy dari Universitas Bar-Ilan, bekerja sama dengan tim peneliti internasional melakukan penelitian ilmiah terhadap pertumbuhan terumbu karang yang ada di Teluk Eilat/Aqaba di Laut Merah utara selama periode Holosen akhir.
Penelitian tersebut mengungkap bahwa terumbu karang di Teluk Eilat mengalami "penghentian" pertumbuhan yang mengejutkan selama 3.000 tahun—dari sekitar 4.400 hingga 1.000 tahun yang lalu—yang kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan sementara permukaan laut yang mungkin dipicu oleh pendinginan global.
Gangguan ini, mencerminkan peristiwa serupa yang diamati di terumbu karang di lepas pantai Meksiko, Brasil, dan Australia, yang juga menunjukkan adanya pergeseran lingkungan yang meluas selama waktu tersebut.
Analisis tambahan terhadap terumbu karang di era modern mengungkapkan perubahan signifikan dalam komposisi isotop karbon, yang mencerminkan meningkatnya pengaruh aktivitas manusia terhadap keseimbangan karbon global.
Meskipun terumbu karang mengalami jeda yang panjang, terumbu karang akhirnya bisa pulih, dengan spesies karang yang tumbuh kembali dari perairan yang lebih dalam. Hal ini merupakan sebuah bukti ketahanan alami mereka yang patut kita berikan apresiasi untuk lebih menjaga mereka ke depannya.
Namun, para peneliti juga memperingatkan bahwa tantangan modern—seperti perubahan iklim, polusi, dan pengasaman laut—menimbulkan risiko yang jauh lebih besar, yang menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan konservasi untuk melindungi ekosistem laut yang penting ini.
Baca Juga: Indonesia Resmi Tukar Utang ke AS Rp573 Miliar untuk Konservasi Laut
Source | : | Hebrew University,SciTechDaily |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR