Nationalgeographic.co.id—Dalam rangka merayakan 1 dekade sejak penayangan perdananya, Interstellar kembali menyapa para penggemar di layar lebar.
Namun, bukan sekadar nostalgia yang membuat film ini selalu relevan. Lebih dari sekadar petualangan epik melintasi galaksi, Interstellar telah memicu perdebatan sengit di kalangan ilmuwan dan cinephile.
Mungkinkah Christopher Nolan, dengan bantuan fisikawan teoretis Kip Thorne, telah mendahului penemuan ilmiah terpenting abad ini? Apakah penggambaran lubang hitam Gargantua, dengan pusaran cahaya dan distorsi ruang-waktu yang memukau, bukan sekadar imajinasi liar, melainkan prediksi yang mencengangkan?
Lima tahun sebelum Event Horizon Telescope menangkap gambar lubang hitam nyata, Interstellar telah memvisualisasikan fenomena kosmik yang misterius ini dengan detail yang menakjubkan.
Lantas, benarkah seni dan sains bertemu di titik ini, di mana fiksi ilmiah melampaui batas-batas pengetahuan kita?
Gabungan Tema Ilmiah dan Kisah Emosional
"Interstellar" dikenal karena menggabungkan tema ilmiah yang kompleks dengan kisah emosional yang kuat tentang ayah dan anak perempuannya yang terpisah ruang dan waktu.
Monolog Matthew McConaughey yang menyentuh hati dan musik atmosferik Hans Zimmer menjadikan film ini sejajar dengan karya fiksi ilmiah filosofis terbaik seperti "2001: A Space Odyssey" dan "Solaris".
Awalnya, seperti dilansir laman screenrant.com, beberapa kritikus mempermasalahkan fokus film pada akurasi ilmiah. Namun, seiring waktu, "Interstellar" justru semakin diakui.
Keunggulan film ini dalam fisika teoretis tidak lepas dari minat Christopher Nolan dan kolaborasi dengan para ahli, termasuk konsultan ilmiah Kip Thorne dan saudara laki-lakinya, Jonathan Nolan, yang juga penulis naskah.
Film ini bahkan mendapat pujian dari komunitas ilmiah, termasuk fisikawan terkenal Neil deGrasse Tyson, yang mengakui realisme visinya.
Baca Juga: Nestapa Tawanan Inggris dalam Insiden Lubang Hitam di Kalkuta
Kip Thorne, Fisikawan Teoretis di Balik Ilmu Pengetahuan "Interstellar"
Keakuratan ilmiah "Interstellar" sangat dipengaruhi oleh fisikawan teoretis Caltech, Kip Thorne. Ia adalah konsultan ilmiah sekaligus produser eksekutif film ini.
Thorne, yang dikenal sebagai sahabat dari tokoh-tokoh besar seperti Stephen Hawking dan Carl Sagan, adalah pakar astrofisika yang meraih Nobel Fisika pada tahun 2017 atas risetnya tentang gelombang gravitasi. Menurut majalah Wired, ide awal "Interstellar" justru datang dari Thorne dan produser Lynda Obst pada awal tahun 2000-an, jauh sebelum Nolan terlibat.
Ketertarikan Christopher Nolan pada konsep waktu mendorongnya untuk berkonsultasi dengan Thorne tentang perubahan ruang dan waktu dalam "Interstellar".
Dalam bukunya, "The Science of Interstellar", Thorne menjelaskan bagaimana teorinya membantu memvisualisasikan lubang hitam dalam film dan dampaknya pada waktu.
Dalam film, pesawat Endurance menjelajahi Gargantua, lubang hitam fiksi yang ukurannya 100 juta kali lebih besar dari Matahari. Fitur visual utama Gargantua adalah cakram materi berputar di sekitarnya, yang disebut cakram akresi. Cakram ini terbentuk akibat gravitasi ekstrem dan mengandung gas serta debu yang memancarkan cahaya dan panas ke sistem bintang di sekitarnya.
Gravitasi kuat cakram inilah yang menyebabkan perlambatan waktu bagi tokoh Cooper, sesuai dengan teori relativitas umum Albert Einstein yang menyatakan waktu melambat di medan gravitasi yang lebih kuat. Karena Endurance mengorbit dekat dengan lubang hitam, waktu bagi Cooper berjalan lebih lambat.
Penggambaran Lubang Hitam yang Akurat, Mendahului Bukti Nyata
Salah satu faktor yang membuat "Interstellar" mendapatkan pujian adalah keberhasilannya dalam menyajikan visualisasi lubang hitam yang sangat mendekati kenyataan, bahkan sebelum adanya bukti nyata pertama tentang penampakannya.
Menariknya, penggambaran lubang hitam dan cakram gravitasi tinggi dalam film ini sebagian besar didasarkan pada sketsa teoretis, yang dikembangkan jauh sebelum foto lubang hitam pertama berhasil diabadikan. Faktanya, visualisasi akurat ini muncul sekitar lima tahun sebelum bukti nyata pertama penampakan lubang hitam berhasil diperoleh.
Alih-alih menggambarkan lubang hitam sebagai lubang dua dimensi seperti penggambaran umum sebelumnya, tim efek visual "Interstellar" di bawah pengawasan Paul Franklin berhasil menciptakan variasi medan gravitasi tinggi yang terdistorsi dengan tampilan bola tiga dimensi yang jauh lebih realistis.
Penggambaran lubang hitam dalam film ini terbukti sangat akurat, bahkan menyerupai foto-foto nyata yang berhasil diperoleh oleh Event Horizon Telescope (EHT) pada tahun 2019.
Foto-foto dari EHT ini seolah mengonfirmasi betapa dekatnya visualisasi lubang hitam dalam film Christopher Nolan dengan penampakan aslinya, termasuk batas di sekitarnya yang dikenal sebagai cakrawala peristiwa. Foto nyata dari EHT ini muncul lima tahun setelah film "Interstellar" dirilis.
Mulai dari pusat hitam yang kosong hingga cakram akresi yang berputar, "Interstellar" dipuji karena menyajikan gambar lubang hitam yang paling mendekati foto asli yang kemudian didapatkan oleh para ilmuwan.
Meskipun demikian, situs web resmi Event Horizon Telescope menjelaskan bahwa terdapat sedikit penyimpangan ilmu pengetahuan dalam "Interstellar" yang dilakukan untuk alasan estetika. Perbedaan utama terletak pada kecerahan cakram lubang hitam dalam film.
Dalam versi "Interstellar", kecerahan di sisi cakram yang mendekat dan menjauh tampak terbalik. Seharusnya, sisi yang mendekat akan terlihat lebih terang, sementara sisi yang menjauh akan tampak lebih redup.
Namun, "Interstellar" memilih untuk tidak mengikuti gradasi warna yang sebenarnya ini, meskipun secara keseluruhan visualisasinya sangat dekat dengan prediksi ilmiah yang ada.
KOMENTAR