Bunuh diri selebritas Korea Selatan seringkali diakibatkan oleh pengawasan publik berlebihan, perundungan dunia maya, masalah kesehatan mental, dan tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial. Ini adalah masalah besar dalam industri hiburan.
Cancel Culture dan Cyberbullying yang Beracun
Budaya selebritas Korea Selatan memiliki sisi beracun lain: cancel culture (budaya pembatalan) dan cyberbullying (perundungan dunia maya). Masyarakat Korea menuntut standar moral yang sangat tinggi dari selebritas. Kesalahan kecil saja bisa menghancurkan karir.
Idola dan aktor sering "dibatalkan" karena berbagai isu, dari kesalahan pribadi hingga pelanggaran yang dituduhkan. Ketika seorang selebritas dibatalkan, mereka menghadapi boikot luas, serangan di media sosial, dan penghinaan publik. Budaya beracun ini tidak hanya merusak karir, tetapi juga menambah beban emosional dan mental.
Pengawasan ketat publik dan penggemar K-pop memicu perundungan dunia maya. Perundungan ini marak di platform seperti X (dulu Twitter) dan Instagram. Pengguna anonim dapat melancarkan serangan menyakitkan.
Serangan sering menargetkan penampilan, kepribadian, atau masa lalu idola, bahkan sampai pelecehan ekstrem. Fandom K-pop yang sangat kompetitif seringkali memicu serangan ini, yang dikenal sebagai "perang fandom." Basis penggemar saling menjatuhkan idola satu sama lain.
Perlakuan kejam ini berdampak buruk pada kesehatan mental idola, terutama yang sudah berjuang dengan tekanan popularitas. Penilaian publik yang keras dapat mendorong mereka ke titik terendah.
Tekanan untuk Selalu Sempurna dan Statistik Hitam Korea Selatan
Industri hiburan Korea Selatan lama dikritik karena "kontrak budak." Kontrak ini memaksa idola menjalani jadwal melelahkan tanpa memedulikan kesehatan fisik dan mental. Mereka dipaksa bekerja berjam-jam tanpa istirahat yang cukup.
Di Korea Selatan, kesehatan mental masih dianggap tabu. Banyak idola enggan mencari bantuan profesional karena takut kerentanan mereka akan merusak karir. Masalah kesehatan mental seringkali disembunyikan. Idola diharapkan menanggung beban sendiri demi menjaga citra publik yang "sempurna."
Akibatnya, Korea Selatan memiliki tingkat bunuh diri tertinggi di dunia, terutama di kalangan generasi muda. Bunuh diri di kalangan selebritas menyoroti masalah sistemik yang menyebabkan tragedi ini. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat bunuh diri di Korea Selatan hampir dua kali lipat rata-rata global.
Pada tahun 2020, tercatat 24,3 kematian akibat bunuh diri per 100.000 orang, jauh di atas rata-rata global 10,5. Statistik Korea mencatat 13.978 kasus bunuh diri pada tahun 2024, atau 27,3 kematian per 100.000 orang. Angka ini naik 8,5% dari tahun 2022 (25,2 kematian per 100.000).
Tekanan sekolah, pekerjaan, dan ekspektasi sosial sering disebut sebagai penyebabnya. Tekanan industri hiburan memperparah masalah ini bagi para idola.
KOMENTAR