Stainless steel modern pertama kali dikembangkan pada tahun 1912 oleh Harry Brearley, seorang ahli metalurgi asal Inggris yang tengah meneliti paduan baja untuk mencegah korosi pada laras senapan.
Dalam penelitiannya, Brearley menciptakan paduan yang terdiri dari besi, karbon, kromium, dan nikel. Namun, paduan tersebut ternyata tidak cocok digunakan untuk laras senapan, sehingga ia membuangnya ke halaman belakang rumahnya, jelas Collins.
Beberapa minggu kemudian, Brearley melihat bahwa potongan paduan logam yang terbuang di halaman rumahnya itu tidak berkarat. Temuan ini membuatnya sadar akan potensi besar dari material tersebut.
Akhirnya, Brearley mengembangkan lebih lanjut paduan tersebut dan secara resmi memperkenalkannya ke dunia pada tahun 1915 sebagai material baru yang tahan karat.
Collins mengatakan bahwa stainless steel yang tahan karat kini mencakup sekitar 4% dari total baja yang digunakan di seluruh dunia setiap tahunnya — hampir 2 miliar ton.
Namun, stainless steel adalah material yang rumit dan mahal untuk diproduksi — biasanya tiga hingga lima kali lebih mahal dibandingkan baja biasa — dan penambahan elemen logam khusus dalam paduan (seperti molibdenum untuk aplikasi bawah air) bisa membuat harganya semakin mahal.
Akibatnya, kebanyakan aplikasi yang membutuhkan baja tetap menggunakan baja biasa atau baja karbon, baik dalam kondisi yang tidak membuatnya berkarat, atau dengan melapisinya menggunakan cat atau pelapis lain.
Meski begitu, penggunaan stainless steel kini lebih luas dari sebelumnya, kata Collins, termasuk dalam produksi dan keamanan pangan.
Ahli pangan dari Johns Hopkins University, Kantha Shelke, menjelaskan kepada Live Science bahwa stainless steel memiliki banyak keunggulan dibandingkan material lainnya. Material ini tahan terhadap korosi yang disebabkan oleh asam dalam makanan maupun bahan kimia dari pembersih — berbeda dengan aluminium dan tembaga yang lebih rentan.
Selain itu, stainless steel juga tidak mencemari atau mengubah rasa makanan yang bersentuhan langsung dengannya.
Tak hanya itu, stainless steel dikenal sangat tahan lama dan memiliki kekuatan lebih dibanding aluminium. Permukaannya yang tidak berpori membuat material ini mudah dibersihkan, dan disterilkan, sehingga sangat ideal untuk digunakan dalam industri makanan dan kesehatan.
Dengan keunggulan tersebut, tak heran jika stainless steel menjadi material andalan dalam berbagai peralatan dapur, peralatan medis, hingga konstruksi. Keistimewaan utamanya terletak pada ketahanannya dan kemampuannya menjaga kualitas makanan serta keamanan pengguna — sebuah inovasi yang terus bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari hingga kini.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR