Nationalgeographic.co.id—Dahulu, hewan ini dianggap sebagai makhluk fantasi yang dipopulerkan oleh Game of Thrones. Namun, kini serigala dire (dire wolf) yang legendaris itu telah “kembali”.
Para ilmuwan di perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences mengeklaim telah berhasil "menghidupkan kembali" predator yang telah punah itu. Caranya? Para ilmuwan melakukannya lewat penyuntingan gen mutakhir. Mereka menghasilkan tiga anak serigala yang membawa DNA serigala dire untuk pertama kalinya dalam lebih dari 12.000 tahun.
Pencapaian penting ini menandai keberhasilan pertama di dunia dalam menghidupkan kembali hewan yang sudah punah. Meskipun hewan-hewan itu bukan replika persis dari spesies purba, mereka membawa 20 gen serigala dire utama. Termasuk yang memengaruhi ukuran, warna bulu, dan bentuk tubuh.
Dua jantan bernama Romulus dan Remus lahir pada bulan Oktober 2024. Tiga bulan kemudian, lahir seekor betina bernama Khaleesi.
Ketiganya kini tinggal di cagar alam seluas 2.000 hektar di suatu tempat di Amerika Serikat bagian utara. Serigala-serigala itu sudah menunjukkan ciri-ciri yang jelas: bulu putih dan lebat, tubuh besar, ekor lebat, dan surai tebal.
Menurut kepala ilmuwan Colossal, Beth Shapiro, ini merupakan upaya manusia yang paling dekat untuk menghidupkan kembali spesies yang telah punah.
Raksasa prasejarah kembali—dengan sentuhan baru
Serigala dire, atau Canis (Aenocyon) dirus, pernah hidup di sebagian besar Amerika Utara dan Selatan. Sekitar 25% serigala dire lebih besar dari serigala abu-abu masa kini.
Fosil menunjukkan bahwa serigala dire memiliki tinggi bahu hingga 97 cm dan panjang tubuh hampir 178 cm. Serigala ini memiliki tengkorak sepanjang 30 cm. Serigala ini memiliki rahang yang kuat dan gigi yang besar.
Predator puncak ini memburu bison, unta, kuda—dan mungkin bahkan mamut berbulu—sebelum punah sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Baca Juga: Upaya Peneliti Mengurai Genetika Suci Rusa Sika di Taman Nara Jepang
Menurut National Park Service, serigala dire berkembang biak dalam kawanan. Mereka kemungkinan bersaing ketat dengan karnivora lain untuk mendapatkan mangsa. Kepunahan mereka bertepatan dengan hilangnya banyak hewan besar Zaman Es, mungkin dipercepat oleh pemburu manusia purba.
Dari fosil purba ke DNA modern
Terobosan ini dimulai ketika para ilmuwan Colossal mengekstraksi DNA. DNA tersebut diperoleh dari gigi berusia 13.000 tahun yang ditemukan di Ohio dan tengkorak berusia 72.000 tahun yang ditemukan di Idaho.
Setelah mengurutkan genom, tim peneliti mengidentifikasi gen yang unik untuk serigala dire. Kemudian disusun ke dalam DNA serigala abu-abu modern menggunakan teknologi CRISPR.
Mereka berhasil mengubah total 20 gen, dengan 15 berasal langsung dari sampel purba. Lima lainnya diganti dengan alternatif yang aman, karena varian asli dikaitkan dengan kebutaan dan ketulian pada anjing. Sel yang disusun kemudian ditanamkan ke anjing domestik, menghasilkan empat kelahiran hidup—tiga di antaranya selamat.
Tidak serupa Jurassic Park
Meskipun mungkin tampak seperti fiksi ilmiah, pencapaian ini didasarkan pada sains yang cermat. Tujuannya bukanlah untuk membangkitkan kembali spesies dengan akurasi genetik yang lengkap. Namun untuk menciptakan kembali analog fungsional—makhluk yang memiliki karakteristik fisik dan genetik utama dari serigala dire.
“Anda ingin menghidupkan kembali fenotipe ini, tetapi Anda tidak ingin melakukan sesuatu yang akan berdampak buruk bagi hewan,” kata Shapiro dalam laporan KVUE.
Fasilitas Colossal memberikan perawatan seumur hidup bagi anak-anak serigala. Fasilitas itu dilengkapi dengan klinik hewan, zona pengelolaan serigala, dan pemantauan 24/7.
Pro dan kontra
Meskipun digembar-gemborkan, para ahli tetap berbeda pendapat mengenai etika dan kemanjuran de-extinction. Julie Meachen, seorang paleontolog yang terlibat dalam pemulihan DNA, menyuarakan kekhawatiran. Menurutnya, ilmuwan harus mempertimbangkan soal mengembalikan spesies yang tidak lagi memiliki tempat alami di ekosistem saat ini.
“Kita mengalami masalah dengan serigala yang kita miliki saat ini,” kata Meachen. Ia memaparkan soal ancaman yang terus berlanjut seperti hilangnya habitat dan perburuan. Bulan lalu, puluhan kelompok lingkungan memprotes rancangan undang-undang Amerika Serikat yang akan menghapus serigala abu-abu dari daftar spesies yang terancam punah.
Anak-anak serigala dire diperkirakan akan tumbuh hingga ukuran penuh tahun mendatang. Apakah mereka akan berkeliaran bebas—atau tetap menjalani hari-hari mereka dalam kemewahan yang terlindungi—masih belum pasti. Namun, yang jelas adalah bahwa sains telah mengambil langkah berani untuk menulis ulang narasi kepunahan.
Membawa kembali spesies dari kepunahan menggunakan rekayasa genetika adalah hal yang penting. Namun para ahli tetap skeptis tentang penggunaan taktik tersebut untuk mengatasi keanekaragaman hayati atau perubahan iklim.
“Saya pikir membawa kembali mamut adalah tindakan yang tidak disarankan, tidak dipikirkan dengan matang, dan hanya taktik untuk menarik investasi,” Karl Flessa, seorang profesor geosains di Universitas Arizona. “Melepaskan organisme yang dimodifikasi secara genetika ke lingkungan—apakah aman?”
Source | : | Forbes |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR