Nationalgeographic.co.id—Baru-baru ini, dunia sains dihebohkan dengan "kembalinya" serigala dire (dire wolf) yang telah punah.
Para ilmuwan di perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences mengklaim telah berhasil "menghidupkan kembali" serigala yang telah punah tersebut.
Mereka berhasil menghasilkan tiga anak serigala yang membawa DNA serigala dire untuk pertama kalinya dalam waktu lebih dari 12.000 tahun.
Meskipun hewan-hewan ini bukan replika persis dari spesies purba tersebut, mereka membawa 20 gen serigala dire utama. Termasuk gen yang memengaruhi ukuran, warna bulu, dan bentuk tubuh.
Dua jantan bernama Romulus dan Remus lahir pada bulan Oktober 2024. Tiga bulan kemudian, lahir seekor betina bernama Khalesi.
Ketiga serigala tersebut ini tinggal di cagar alam seluas 2.000 hektare di Amerika Serikat bagian utara. Mereka sudah menunjukkan ciri-ciri yang jelas, yakni bulu putih dan lebat, tubuh besar, ekor lebat, dan surai tebal.
Sebelumnya, para ilmuwan juga hampir berhasil menghidupkan kembali beberapa spesies yang telah punah.
Pemulihan kepunahan dimulai dengan sampel DNA dari spesies yang punah. Terkadang proses ini menggunakan genom lengkap. Dan terkadang, ilmuwan dapat menyambung gen dari spesies yang punah ke genom hewan hidup yang masih berkerabat dekat.
Kemudian, dalam proses yang dikenal sebagai transfer nukleus atau inti sel somatik (nuclear transfer), peneliti menanamkan nukleus yang berisi urutan gen ini ke dalam sel telur yang diambil dari spesies hidup yang berkerabat sama. Hewan yang dihasilkan secara genetik mirip dengan hewan yang telah punah.
Sejauh ini, para ilmuwan telah menghidupkan kembali setidaknya tiga spesies yang telah punah, termasuk serigala dire.
Selain serigala dire, berikut ini dua spesies lain yang telah "dihidupkan kembali" oleh para peneliti meski tak mampu bertahan hidup:
Baca Juga: Serigala Purba yang Sudah Punah Lahir Kembali Lewat Rekayasa Genetik
Bucardo
Pada tahun 2003, para peneliti di Spanyol melakukan transfer nukleus untuk subspesies Pyrenean ibex yang disebut bucardo (Capra pyrenaica pyrenaica), yang punah pada tahun 2000.
Dilansir National Geographic, temuan yang diungkap di jurnal Theriogenology tahun 2009 menjelaskan penggunaan kulit beku pada tahun 2003 untuk mengkloning bucardo, atau Pyrenean ibex, subspesies ibex Spanyol yang punah pada tahun 2000.
Selama lebih dari 200 tahun, perburuan telah membuat populasi Pyrenean ibex makin menipis. Bucardo terakhir yang masih hidup mati pada tahun 2000, tertimpa dahan yang tumbang.
Jose Folch dari Pusat Penelitian dan Teknologi Agro-Nutrisi di Aragon, Spanyol, dan rekan-rekannya menggunakan sampel kulit beku yang diambil dari spesimen tunggal ini pada tahun 1999.
Mereka membuat embrio klon dengan memasukkan DNA bucardo ke dalam sel telur kambing domestik yang telah dikosongkan dari materi genetik aslinya. Klon tersebut kemudian ditanamkan ke subspesies ibex Spanyol lainnya atau hibrida kambing-ibex.
Jika lingkungan tempat embrio berkembang tidak cocok, masalah dapat terjadi selama kehamilan. Dari 208 embrio yang ditanamkan para peneliti, hanya tujuh kambing yang hamil, dan hanya satu bucardo yang berhasil lahir.
Bucardo yang baru lahir mati karena gagal napas segera setelah lahir. Hewan itu memiliki kelainan paru-paru, meskipun semua organ lainnya tampak normal.
Kelainan seperti itu umum terjadi dalam kloning, meskipun DNA klon mungkin identik dengan donornya. Tindakan memindahkan DNA dari satu sel ke sel lain dapat menyebabkan ketidakteraturan selama perkembangan.
Katak Lambung
Tahun 2013 lalu, tim ilmuwan menciptakan embrio katak lambung selatan (Rheobatrachus silus) melalui transfer nukleus.
Baca Juga: Temuan Spesies Baru dari Aceh: Anggrek Akar Tak Berdaun yang Unik dan Endemik
Pada tahun 1983, katak lambung telah punah karena penyebaran penyakit jamur. Katak yang mengerami telurnya di dalam lambung (Rheobatrachus silus) merupakan hewan asli hutan hujan Queenland, Australia.
Katak itu terkenal karena melahirkan melalui mulutnya, setelah mengerami telurnya di dalam perut. Namun, hilangnya habitat dan penyakit menyebabkan spesies tersebut secara resmi dinyatakan punah.
Dlansir The Guardian, pada tahun 2013, para ilmuwan di Australia telah mengumumkan bahwa mereka telah menghidupkan kembali genom katak lambung.
Dengan menggunakan teknologi kloning yang disebut transfer inti sel somatik, mereka menggunakan jaringan yang diperoleh dari sampel katak yang disimpan dalam lemari pembeku sejak tahun 1970-an untuk menanamkan inti sel yang "mati" ke dalam sel telur segar dari spesies yang sama.
Sayangnya, tak satu pun embrio yang diciptakan berhasil bertahan hidup lebih dari beberapa hari.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR