Namun, pameran hasil-hasil penjelajahan dan pelayaran hanya dapat diakses oleh kalangan elite. Pasalnya, tanaman hingga orang asing itu hanya dipamerkan di istana kerajaan.
Selama abad ke-17 dan ke-18, memiliki pelayan yang bukan keturunan Eropa merupakan tanda kekayaan bangsawan Eropa. Sekali lagi, hanya kalangan elite yang berhubungan dengan orang asing yang 'eksotis' ini.
Kondisi itu berubah pada awal abad ke-19. Antara tahun 1810 dan 1815, seorang wanita Afrika Selatan bernama Saartjie Baartman (Venus Hottentot) dipamerkan di London dan Paris. Ia menjadi bagian dari 'pertunjukan aneh'.
Pameran tersebut adalah contoh modern pertama di mana seorang individu asing dipamerkan untuk hiburan masyarakat Eropa. Pameran ini menjadi cikal bakal kebun binatang manusia, yang disebut 'pameran etnologis'.
Selama paruh pertama abad ke-19, orang-orang asing seperti Baartman dipamerkan di berbagai pameran dan karnaval. Semua pameran dan karnaval tersebut juga menampilkan berbagai ‘pertunjukan aneh’ lainnya.
Selama periode ini, penekanan diberikan pada perbedaan antara orang asing dan masyarakat Eropa. Perbedaan antara ‘normal’ dan ‘abnormal’ digantikan oleh perbedaan antara ‘beradab’ dan ‘biadab’ selama paruh kedua abad tersebut.
Semua ini merupakan imbas dari Imperialisme Baru atau Neo-imperialisme. Neo-imperialisme, adalah gelombang penjajahan dan imperialisme yang terjadi pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Kekuatan-kekuatan Eropa mulai membangun koloni di seluruh dunia, terutama di Afrika. Saat itu, ada keinginan yang tumbuh untuk memamerkan orang-orang yang ditaklukkan. Konon orang-orang taklukan ini dianggap kurang beradab daripada mereka sendiri.
Pemerintah Eropa lebih dari siap untuk memuaskan permintaan ini. Bahkan desa-desa asli ditampilkan di sebagian besar pameran yang diadakan selama periode tersebut.
Pameran orang asing yang ‘biadab’ di kebun binatang manusia tidak terbatas di Eropa saja. Di Amerika Serikat, misalnya, Pameran Dunia St. Louis yang diadakan pada tahun 1904 memamerkan sejumlah 'pameran hidup'. Termasuk lebih dari 1.000 orang Filipina dari belasan suku yang ditempatkan di desa-desa yang direka ulang.
Di Jepang, sebuah pameran orang Korea, yang digambarkan sebagai kanibal, diselenggarakan pada tahun 1903. Pameran itu diadakan tujuh tahun sebelum penjajahan Jepang di Korea.
Kebun binatang manusia mulai kehilangan popularitasnya seiring berjalannya abad ke-20. Salah satu contoh terakhir dari fenomena ini terjadi pada tahun 1958, di Pameran Dunia di Brussels. Di pameran tersebut Desa Kongo ditampilkan.
Menjelang akhir keberadaannya, kebun binatang manusia dikritik sebagai sesuatu yang merendahkan martabat, rasis, dan tidak etis. Pameran kebun binatang manusia berakhir karena dianggap mengusik rasa kemanusiaan, tetapi kegiatan sirkus manusia tetap jalan.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR