Nationalgeographic.co.id—Paus Fransiskus meninggal pada hari Senin (21 April 2025) di usia 88 tahun di Casa Santa Marta, Vatikan. Kematian seorang Paus dikonfirmasi oleh kepala departemen kesehatan Vatikan dan bendahara kardinal Gereja Roma Suci. Keduanya menjadi administrator de facto Vatikan.
Setelah kematian seorang Paus, Gereja Katolik memasuki fase yang dikenal sebagai sede vacante, bahasa Latin yang berarti "kursi yang kosong." Periode ini, yang diatur oleh hukum kanon yang ketat, memicu serangkaian peristiwa yang dirancang untuk menghormati paus yang telah meninggal dan mempersiapkan pemilihan Paus baru.
Menurut tradisi, sang camerlengo, yang saat ini menjabat sebagai Kardinal Kevin Joseph Farrell (77 tahun), adalah pejabat yang bertanggung jawab untuk mengesahkan kematian Paus dan memulai protokol resmi. Kardinal Chamberlain (camerlengo) memiliki peran khusus dalam periode transisi kekuasaan Paus, terutama dalam memverifikasi kematian atau pengunduran diri Paus.
Farrell menyegel apartemen kepausan dan memecahkan cincin nelayan milik Paus. Tindakan simbolis ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan cincin tersebut.
Setiap paus memilih cincinnya sendiri. Cincin tersebut nantinya dihancurkan pada akhir masa kepausannya. Tindakan formalitas ini dimaksudkan untuk melambangkan akhir masa pemerintahannya dan untuk mencegah pemalsuan.
Cincin nelayan kepausan diberi nama sesuai dengan nama rasul Petrus, yang merupakan seorang nelayan dan Paus pertama. Masa berkabung, yang dikenal sebagai novendiale, berlangsung selama sembilan hari.
Upacara pemakaman Paus Fransiskus akan mengikuti ritus yang disederhanakan, sesuai dengan kerendahan hatinya dalam hidup. Tidak seperti banyak pendahulunya, Paus Fransiskus meminta pemakaman dalam peti mati kayu berlapis seng di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, bukan di ruang bawah tanah tradisional di bawah Basilika Santo Petrus.
Sede Vacante
Selama sede vacante, tata kelola Gereja Katolik untuk sementara diserahkan kepada Dewan Kardinal, meskipun kewenangan mereka sangat terbatas, dilansir dari Newsweek.
Kepala departemen Vatikan, termasuk yang berada di Kuria Roma, berhenti menjalankan tugas mereka hingga paus baru terpilih. Namun, utusan kepausan—perwakilan diplomatik—melanjutkan fungsi eksternal mereka.
Setelahnya, Paus pengganti Paus Fransiskus akan dipilih oleh Dewan Kardinal, yakni tokoh paling senior gereja Katolik yang ditunjuk oleh Paus.
Baca Juga: Tradisi Sepatu Merah Kepausan, Mengapa Paus Fransiskus Menolaknya?
Para kardinal dari berbagai penjuru dunia akan berangkat ke Vatikan dalam beberapa hari ke depan untuk konklaf. Nama konklaf sendiri berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti dengan kunci. Nama itu sekaligus menunjukkan proses tertutup untuk memilih seorang Paus.
Menurut Reuters, ada lebih dari 250 kardinal dari 90 negara lebih, tetapi hanya ada sekitar 135 yang merupakan kardinal elektor. Kardinal yang berusia di atas 80 tahun tidak termasuk.
Dalam 10 tahun terakhir, Paus Fransiskus telah memilih sekitar 110 kardinal elektor. Sebagian besar kardinal yang terpilih mencerminkan visinya tentang gereja yang lebih inklusif.
Konklaf dimulai dengan perayaan misa, setelah itu musyawarah dan pemungutan suara dimulai. Pemungutan suara dilakukan setiap hari, pagi dan sore, hingga seorang kandidat memenangkan mayoritas dua pertiga.
Setiap tujuh pemungutan suara, ada waktu istirahat satu hari untuk berdoa dan merenung. Tahun 1922 adalah sidang kepausan terlama dalam sejarah terkini. Saat itu, para kardinal membutuhkan waktu lima hari untuk memilih pemimpin baru mereka.
Satu-satunya petunjuk bagi publik selama konklaf adalah asap yang mengepul dari cerobong kapel, yang mana asap hitam untuk menunjukkan tidak ada keputusan, sementara asap putih untuk menunjukkan paus baru yang telah dipilih.
"Paus baru akan diumumkan dengan kata-kata 'Habemus Papam,'" BBC mencatat, "dan kemudian akan muncul di balkon tengah Basilika Santo Petrus untuk menyampaikan berkat pertamanya."
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR