Nationalgeographic.co.id—Dengan helm berbulu, kerah berenda, dan seragam lengan mengembang berwarna-warni, Garda Swiss (Swiss Guard) di Vatikan menarik perhatian.
Meski tampak menarik untuk difoto, para penjaga itu tidak ada di sana untuk menghibur. Para Garda Swiss siap mengorbankan nyawa demi paus yang dijaganya, termasuk Paus Fransiskus yang meninggal pada 21 April 2025.
Tentara bayaran Swiss di abad ke-16
Tentara bayaran Swiss dihormati karena keberanian dan kesetiaannya. Sejak awal abad ke-16 para tentara bayaran ini berbaris ke Roma untuk melayani Paus Julius II. Mereka adalah pasukan terkecil di dunia yang telah direkrut di Vatikan untuk melindungi Paus, kediamannya, dan perbatasan kota. Garda Swiss pun menjadi pengawal Paus selama perjalanan kerasulannya.
Tidak hanya Paus, Garda Swiss melindungi Dewan Kardinal Suci saat tidak ada paus, selama sede vacant (kursi kosong). Misalnya seperti masa antara kematian Paus Fransiskus dan pemilihan penggantinya.
Tentara bayaran Swiss telah lama dikenal sebagai prajurit terbaik di dunia. Sarjana Romawi kuno Tacitus menyatakan, “Bangsa Helvetia adalah bangsa pejuang, terkenal karena keberanian prajurit mereka.” Dan mereka melayani penguasa di banyak kerajaan-kerajaan Eropa; mereka sangat disukai oleh penguasa di Prancis dan Spanyol.
Para pengawal mulai melayani kepausan pada akhir abad ke-14 dan ke-15. Pada tahun 1505, uskup Swiss Matthaus Schiner, yang bertindak atas nama Paus Julius II, mengusulkan pembentukan kontingen Swiss permanen. Kontingen itu akan beroperasi di bawah kendali langsung Paus.
Pada tanggal 22 Januari 1506, kontingen pertama yang terdiri dari 150 pengawal Swiss tiba di Vatikan. Kontingen itu dipimpin oleh Kapten Kaspar von Silenen. Mereka segera mendapatkan reputasi sebagai prajurit yang rela berkorban dan berani. “Seperti yang ditunjukkan selama Penjarahan Roma pada tahun 1527,” tulis Rene Ostberg di laman Britannica.
Saat Penjarahan Roma tahun 1527, 147 dari 189 pengawal tewas saat membela Paus Clement VII. Garda Swiss bersiap untuk pengorbanan diri yang sama selama Perang Dunia II. Namun, Adolf Hitler memilih untuk tidak menyerang Vatikan.
Pada tahun 1981, Garda Swiss melindungi Paus Yohanes Paulus II selama upaya pembunuhan di Lapangan Santo Petrus.
Garda Swiss mengenakan pakaian tradisional berwarna merah, kuning, dan biru lengkap dengan baju zirah dan tombak. Para prajurit berlatih berbaris dengan koreografi yang sempurna di halaman barak. Tiap prajurit mengangkat tiga jari tangan kanan mereka ke langit untuk menyebut Tritunggal Mahakudus sambil meneriakkan sumpah kepausan.
Baca Juga: Wafat Tahun 1963, Mengapa Jasad Paus Ini Dipajang di Dalam Peti Kaca?
Garda Swiss berjanji untuk “mengorbankan hidupnya” untuk membela paus dalam sebuah upacara.
Syarat menjadi Garda Swiss
Para penjaga Paus itu mungkin tampak kuno. Namun para pria di balik seragam bergaya Renaisans, yang dirancang oleh Kolonel Jules Repond pada tahun 1914, telah menjalani proses pendaftaran yang kompetitif. Mereka semua bahkan menjalani pelatihan yang ketat untuk mencapai tahap ini.
Para rekrutan haruslah laki-laki, warga Swiss, berusia antara 19 dan 30 tahun, tinggi badan lebih dari 1,74 meter, dan belum menikah. Calon Garda Swiss harus beragama Katolik yang taat dengan “karakter yang tidak ternoda”. Mereka harus menjalani dinas militer Swiss dan berkomitmen untuk melayani Paus setidaknya selama 2 tahun. Mereka dapat menikah setelah 5 tahun bertugas.
Tombak adalah senjata tradisional para Garda Swiss. Namun pasukan juga dilatih untuk menggunakan senjata modern kecil, termasuk senjata setrum yang baru-baru ini diperkenalkan. Sejak 1981, setelah kasus percobaan pembunuhan Paus Yohanes Paulus II, penekanan lebih kuat diberikan pada teknik pertahanan diri dan antiterorisme.
Pada tahun 2018, Paus Fransiskus menambah jumlah pasukan dari 110 menjadi 135. Penambahan ini dilakukan setelah serangkaian serangan teroris di Prancis dan tempat lain di Eropa.
“Seperti semua pasukan, kami harus siap menghadapi semua situasi,” kata Kopral Eliah Cinotti, juru bicara pasukan tersebut.
Selain pelatihan militer, para rekrutan juga menjalani tes psikologis yang ketat. Tes itu untuk memastikan mereka memiliki kapasitas mental untuk beradaptasi dengan kehidupan sebagai Garda Swiss.
“Banyak yang gagal pada tahap itu. Atau mungkin mereka diterima dan hanya bertahan beberapa bulan ketika mereka menyadari bahwa karier itu tidak cocok untuk mereka,” tambah Cinotti.
Paus Fransiskus menyebut para penjaga sebagai “utusannya”. Pasalnya, sebagian besar pekerjaan prajurit khusus ini melibatkan pemberian kenyamanan kepada orang-orang yang datang ke Vatikan untuk mencari pertolongan.
“Mereka putus asa karena mungkin mereka telah kehilangan pekerjaan atau rumah mereka dan Vatikan adalah harapan terakhir mereka,” tambahnya.
“Beberapa orang ingin mengakhiri hidup mereka. Dan kita harus mencoba dan mencegah mereka melakukan ini. Situasi ini bisa sangat sulit, tetapi kita harus membantu menemukan solusinya. Bahkan sekadar mendengarkan dapat membantu.”
Setelah kematian Paus Fransiskus diumumkan, kita bisa melihat para Garda Swiss terus setia berjaga di samping jenazahnya. Mereka akan terus berjaga hingga saat sang Bapa Suci dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | The Guardian,Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR