Nationalgeographic.co.id—Di dunia yang kini telah lama hilang, rawa-rawa purba yang membentang di wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Montana pernah menjadi rumah bagi makhluk-makhluk raksasa dengan penampilan menakjubkan. Salah satunya adalah seekor dinosaurus bertanduk yang tampak seperti keluar dari legenda mitologi, lengkap dengan hiasan kepala yang rumit. Penemuan fosilnya tak hanya membuka wawasan baru tentang keanekaragaman masa lalu, tetapi juga memberi kejutan besar bagi para ilmuwan.
Sekitar 78 juta tahun silam, dinosaurus berpenampilan mencolok ini menjelajahi lahan basah yang subur. Ia adalah hewan herbivora berukuran besar dengan jumbai kepala yang khas, dihiasi duri dan sepasang tanduk besar yang melengkung ke bawah seperti bilah pedang. Selain itu, dua tanduk lainnya menjulang di atas matanya.
Fosil makhluk ini, yang baru dideskripsikan dalam jurnal PeerJ, menunjukkan keunikan sedemikian rupa sehingga para peneliti meyakininya sebagai spesies baru. Mereka pun menamainya Lokiceratops rangiformis, terinspirasi dari dewa Nordik Loki yang dikenal akan senjata bilahnya.
Namun, beberapa ilmuwan berpendapat bahwa dinosaurus ini mungkin hanyalah contoh individu yang lebih berornamen dari spesies yang sudah pernah dideskripsikan sebelumnya. “Ini memang hewan yang menarik,” kata Jordan Mallon, paleontolog dari Canadian Museum of Nature yang tidak terlibat dalam studi ini. “Saya rasa akan muncul perdebatan apakah ini benar-benar spesies baru atau tidak.”
Dilansir dari laman Science.org, tengkorak dan bagian-bagian kerangka dinosaurus ini ditemukan pada 2019 di sebuah tambang di Montana, sekitar 3,6 kilometer dari perbatasan Kanada, oleh pemburu fosil komersial Mark Eatman. Museum Evolusi di Maribo, Denmark, membeli potongan fosil tersebut pada tahun 2021. Ia menugaskan tim peneliti internasional untuk bekerja sama dengan perusahaan Fossilogic dalam menyiapkan, merakit, dan mempelajari spesimen ini di Utah.
Saat tim menerima tengkorak tersebut, kondisinya berupa banyak potongan.
“Salah satu tantangan terbesarnya adalah menyusunnya kembali,” kata Joseph Sertich, paleontolog di Smithsonian Tropical Research Institute sekaligus salah satu penulis studi ini. “Dan itu memakan waktu beberapa bulan.”
Analisis fosil menunjukkan bahwa dinosaurus ini termasuk dalam kelompok ceratopsid, dinosaurus bertanduk, dan merupakan salah satu yang terbesar di wilayah tersebut. Tim peneliti memperkirakan panjang tubuhnya mencapai 6,7 meter dengan berat sekitar 5 ton. Berbeda dari ceratopsid lainnya, L. rangiformis tidak memiliki tanduk di hidung, serta memiliki moncong yang lebih panjang dan rendah.
Tulang ischium—bagian dari panggulnya—memiliki lengkungan tajam, berbeda dengan bentuk ischium ceratopsid lain yang lebih menyerupai pisang. Jumbai di kepalanya juga sangat unik: selain dua tanduk besar yang melengkung ke bawah, terdapat dua duri di tengah, dengan salah satunya lebih panjang dari yang lain. Ciri-ciri ini meyakinkan para peneliti bahwa mereka tengah berhadapan dengan spesies baru.
L. rangiformis diperkirakan hidup berdampingan dengan empat spesies dinosaurus bertanduk lain yang sebelumnya telah ditemukan di wilayah yang sama. Keempat spesies tersebut memiliki kemiripan, tetapi juga menampilkan variasi khas pada jumbai kepala mereka—yang diyakini berperan dalam menarik pasangan, mirip perilaku burung masa kini, atau sebagai penanda identitas antar individu.
Para penulis studi menyatakan bahwa temuan ini memperkuat bukti bahwa kawasan tersebut memiliki tingkat keanekaragaman hewan yang jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Menurut Sertich, berkat meningkatnya penemuan fosil, jumlah kelompok dinosaurus bertanduk yang diketahui di wilayah barat Amerika Utara telah bertambah drastis dalam 30 tahun terakhir. “Dan jumlah ini kemungkinan besar akan terus bertambah,” ujarnya.
Baca Juga: Jika Ayam Adalah Keturunan DInosaurus, Mengapa Tidak Berdarah Dingin?
Namun, Mallon skeptis bahwa lima spesies pemakan tumbuhan besar dapat hidup berdampingan di wilayah sekecil itu yang sekarang disebut Montana dan Kanada bagian barat. Ceratopsida sebagian besar bervariasi dalam pola jumbainya dan tidak terlalu banyak dalam adaptasi makan. "Rahang dan gigi mereka kurang lebih terbentuk dengan cara yang sama," ungkapnya.
Jika wilayah itu memang mendukung keragaman sebanyak itu, katanya, Anda akan mengharapkan hewan-hewan itu memakan berbagai jenis tanaman untuk menghindari persaingan. Dia mengatakan dinosaurus mungkin hanya termasuk dalam satu atau dua spesies, dengan masing-masing hewan memiliki jumbai yang unik. Penelitian lain telah menemukan perbedaan yang signifikan pada tutup kepala dinosaurus dalam spesies yang sama.
“Masih harus dibuktikan,” kata Mallon, “tapi tidak bisa dipungkiri bahwa [L. rangiformis] sangat mirip dengan spesies lain yang sudah kita kenal.”
Elizabeth Freedman Fowler, paleontolog dinosaurus di Dickinson State University yang juga tidak terlibat dalam studi ini, sependapat bahwa beberapa fosil yang dianggap spesies berbeda mungkin sebenarnya hanya spesimen berbeda dari spesies yang sama.
Ia juga mempertanyakan metode pengumpulan fosil tersebut. Tim Eatman mengambil tulang-tulang tersebut langsung dari sedimen dan menempelkan beberapa potongan menggunakan lem super. Hanya dua fosil yang dibungkus dengan metode “jaket plester” standar untuk melindungi tulang rapuh; sisanya hanya dibungkus aluminium foil.
“Saya hampir kena serangan jantung kecil saat membaca detail ini,” kata Freedman Fowler. “Itu bukan praktik yang baik, ... bukan metode pengumpulan yang bertanggung jawab.” Ia menambahkan bahwa beberapa tulang mungkin pecah, dan informasi penting tentang spesimen ini bisa saja hilang selamanya.
Menurut Sertich, pengumpulan fosil tanpa menggunakan metode kerja lapangan yang tepat masih menjadi persoalan di dunia paleontologi, baik di kalangan komersial maupun nonkomersial. Meski begitu, ia menyatakan bahwa keberadaan spesimen ini masih dapat dianggap sebagai keberuntungan karena tidak berakhir di tangan kolektor pribadi—sebuah nasib yang sering menimpa banyak fosil di Amerika Serikat.
Sementara itu, Mallon menyampaikan bahwa penemuan semua spesies dinosaurus bertanduk tersebut membawa kegembiraan sekaligus rasa frustrasi. Hal ini disebabkan oleh perdebatan yang selalu muncul dengan setiap penemuan baru. Ia menambahkan bahwa materi yang telah ditemukan sejauh ini pun belum sepenuhnya dipahami oleh para peneliti, sehingga perdebatan tersebut terus berlanjut.
Penemuan Lokiceratops rangiformis tidak hanya memperkaya daftar spesies dinosaurus bertanduk di Amerika Utara, tetapi juga menyoroti kompleksitas dunia paleontologi itu sendiri—sebuah bidang yang terus berkembang di tengah tantangan metodologis dan perdebatan akademik.
Di balik keindahan dan keunikan anatomi makhluk purba ini, tersimpan kisah tentang ketekunan, kontroversi, dan upaya manusia untuk merekonstruksi masa lalu dari pecahan-pecahan tulang yang rapuh.
Apakah L. rangiformis benar-benar spesies baru atau sekadar varian dari yang sudah ada, hanya waktu dan penelitian lanjutan yang bisa menjawabnya. Namun yang pasti, fosil ini menjadi pengingat bahwa bumi pernah dihuni oleh makhluk-makhluk luar biasa yang misterinya masih terus kita gali hingga hari ini.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | PeerJ,Science.org |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR